SOLOPOS.COM - Rumah kuno di tengah kampung Dukuh Sendang, Desa Krakitan, Bayat, Klaten, pernah digunakan sebagai rumah sakit darurat oleh Prof. Dr. Sardjito, untuk merawat pejuang kemerdekaan. Foto diambil, Minggu (10/11/2019). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN -- Prof. Dr. Sardjito menjadi salah satu tokoh yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2019 pekan lalu.

Anugerah sebagai pahlawan nasional itu diberikan lantaran dedikasi rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 1950-1961 itu dalam bidang pendidikan dan kesehatan semasa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jejak perjuangan tokoh yang pernah menciptakan sejumlah vaksin itu masih bisa ditelusuri di Klaten. Salah satunya perkampungan di Dukuh Sendang dan Dukuh Nglebak, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat.

Di perkampungan yang dikelilingi perbukitan serta tak jauh dari Rawa Jombor itu, Dr. Sardjito beserta istrinya pernah tinggal dan mendirikan rumah sakit darurat.

Kethur Kendi, Ritual Unik Jelang Pernikahan di Gemolong Sragen

Dr. Sardjito beserta istrinya tinggal di rumah salah satu warga Dukuh Nglebak bernama Asma Ali yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah sakit darurat. Sementara rumah warga lainnya di Dukuh Sendang digunakan untuk menyimpan obat-obatan serta tempat tinggal dua perawat, Trisono dan Giyanto.

Namun, kedua bangunan itu kini sudah berganti menjadi bangunan modern. Satu-satu bangunan di kampung itu yang terdapat jejak perjuangan Dr. Sardjito dan hingga kini masih berdiri yakni rumah sakit darurat.

 

Bagian dalam rumah kuno di kampung Dukuh Sendang, Desa Krakitan, Bayat, Klaten, yang pernah digunakan sebagai rumah sakit darurat oleh Prof. Dr. Sardjito, untuk merawat pejuang kemerdekaan. Foto diambil, Minggu (10/11/2019). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)
Bagian dalam rumah kuno di kampung Dukuh Sendang, Desa Krakitan, Bayat, Klaten, yang pernah digunakan sebagai rumah sakit darurat oleh Prof. Dr. Sardjito, untuk merawat pejuang kemerdekaan. Foto diambil, Minggu (10/11/2019). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Bangunan Kuno

Bangunan kuno itu berada di lahan seluas sekitar 220 meter persegi Dukuh Sendang. Tampak dari luar, rumah berdinding tembok berwarna putih lusuh itu terdiri atas tiga pintu dan lima jendela kayu.

Pada bagian dalam, ada empat kayu penyangga atap rumah. Empat pintu kombinasi kayu dan kaca menjadi pintu masuk menuju ruang lainnya yang memiliki lebar tak lebih dari 2 meter.

Toko Modern Sragen Terancam Kukut Jika Tak Lakukan Ini

Sumirin menjadi salah satu saksi ketika Dr. Sardjito dibantu para perawat mengobati pejuang yang terluka di rumah tersebut. Sumirin menceritakan rumah kuno yang berdiri di samping tempat tinggalnya saat ini merupakan peninggalan orang tuanya bernama Pawiro Diryo, salah satu tokoh masyarakat setempat.

Sumirin yang kini berusia lebih dari 90 tahun tak tahu bagaimana Dr. Sardjito bisa sampai memilih rumah orang tuanya sebagai rumah sakit darurat. Namun, saat itu rumah tersebut memang merupakan rumah terbesar di kampung itu.

Nenek 13 buyut tersebut juga tak tahu persis kapan Sardjito berjuang di Krakitan lantaran saat itu dia masih anak-anak. Sumirin hanya mengingat pada masa itu dia mengasuh bayi tetangganya berumur dua tahun yang kini sudah berumur 70-an tahun

Diperkuat 50 Dokter Spesialis, Pasien Mulai Berdatangan Ke Poliklinik RSIS Yarsis Surakarta

RS Darurat

Sumirin mengisahkan rumah yang digunakan untuk rumah sakit darurat tersebut saban hari dipenuhi para pejuang yang terluka. Mereka berdatangan dari wilayah barat dibawa pejuang lainnya menggunakan lincak atau bangku panjang dari bambu.

Setiap ada pejuang terluka datang, Sardjito yang tinggal di rumah singgahnya bergegas menuju rumah sakit darurat untuk segera memberikan perawatan. Saking banyaknya pejuang yang dirawat, Sumirin bersama ibunya terpaksa tinggal di gandok atau bangunan yang digunakan sebagai dapur.

Wonten mriku nggih kathah tiyang sing nunggu do sakit [di gandok rumah juga banyak orang yang menunggu pejuang sakit],” jelas Sumirin saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Minggu (10/11/2019).

Saban pagi, Sumirin membantu Trisono serta Giyanto memasak air untuk menyeka luka para pejuang. Dia kerap mendapatkan pesan dari Trisono agar mencampur garam pada air yang dimasak.

Bisnis Sedot WC Wonogiri, Limbah Tinjanya Dibuang Ke Mana?

Pesawat

Perjuangan Dr. Sardjito beserta istrinya dibantu warga merawat para pejuang di rumah sakit darurat itu penuh rasa waswas. Saban hari, ada pesawat yang berseliweran di atas kampung.

Beruntung, selama serangan terjadi tak satu pun peluru yang mengenai perkampungan. Dari perjuangan itu lah rumah sakit darurat itu diberi nama Rumah Sakit Geger.

Sumirin mengatakan lebih dari setahun Dr. Sardjito mengoperasikan rumah sakit darurat di kampung itu. Selain merawat para pejuang, Dr. Sardjito kerap memberikan pengobatan kepada warga kampung.

Setelah tak lagi digunakan untuk rumah sakit darurat, rumah kuno itu digunakan sebagai tempat tinggal. Rumah kuno itu kini dirawat Jasmadi, 44. Rumah itu dimanfaatkan Jasmadi sebagai tempat parkir sepeda motor keluarganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya