Solopos.com, KLATEN – Kalangan petani di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, merasa dirugikan dengan menurunnya alokasi serta naiknya harga pupuk bersubsidi.
"Petani jelas menjerit. Dengan pengurangan alokasi [pupuk] itu risikonya penurunan produktivitas," kata Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Klaten, Atok Susanto, Senin (4/1/2021).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Petani asal Kecamatan Delanggu itu mengatakan kebijakan mengurangi alokasi pupuk bersubsidi serta menaikkan harga terkesan tergesa-gesa.
Sejarah Hari Ini: 5 Januari 1933 Jembatan Golden Gate Dikerjakan
"Semestinya pemerintah berembuk dengan petani terlebih dahulu guna mengatasi kekhawatiran penurunan produktivitas seiring berkurangnya jatah pupuk bersubsidi. Ini belum ada sosialisasi, pemerintah sudah ada keputusan pengurangan subsidi sepihak," ungkap dia.
Selain dikhawatirkan menurunkan produktivitas padi, pengurangan jatah serta kebijakan menaikkan harga pupuk bersubsidi semakin membuat petani tak mendapatkan untung.
"Analisis usaha petani padi saat ini kalau dihitung betul, petani sudah merugi. Biaya produksi per ha itu sekitar Rp10 juta. Kalau dipanen setelah empat bulan harga jualnya kisaran Rp12 juta/ha. Jika dihitung harian dengan keuntungan Rp2 juta, sehari itu pendapatan petani tidak lebih dari Rp20.000. Ditambah lagi dengan harga pupuk naik, keuntungan petani semakin turun. Karena juga tidak ada kebijakan kenaikan harga eceran tertinggi gabah. Justru harga gabah ditekan terus," jelas Atok.
Pupuk Organik
Di sisi lain, Atok menilai kebijakan pemerintah menaikkan dan mengurangi kuota pupuk bersubsidi menjadi pembelajaran bagi petani agar tak lagi berpola pikir mengandalkan pupuk kimia.
Aktivitas Meningkat, Muncul Guguran Lava Pijar di Gunung Merapi
Petani sudah saatnya mulai mencukupi kebutuhan pupuk sendiri secara organik. Selain agar petani tak lagi dipusingkan dengan minimnya ketersediaan pupuk bersubsidi, cara itu ditempuh untuk memperbaiki kesuburan tanah.
"Kalau tanah dihajar terus dengan kimia, kondisi tanah akan rusak. Lama-lama kita mewariskan tanah tidak subur ke anak cucu," jelas Atok.
Atok mendorong ada pendampingan ke petani agar mereka mulai berpikir dan bisa menyediakan pupuk organik secara mandiri.
"Petani butuh perhatian bupati agar petani tidak jadi korban kebijakan terus menerus," jelas dia.
Ngeri Lur! Sehari Ada 62 Kasus Baru Covid-19 di Grobogan
Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten, Widiyanti, mendorong petani mulai beralih menggunakan pupuk organik seiring semakin berkurangnya ketersediaan pupuk bersubsidi.
"Sekarang rata-rata di setiap daerah itu ada peternakan. Kotoran peternakan itu bisa dimanfaatkan untuk pupuk sehingga mengurangi penggunaan pupuk kimia," kata dia.