SOLOPOS.COM - Penjamas keris di Semarang, Ndaru Handoko Aji, 51, saat melakukan proses penjamasan keris di kediamannya, Selasa (10/8/2021). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Solopos.com, SEMARANG – Bagi masyarakat Jawa, Bulan Sura atau Muharam dianggap sebagai bulan yang sakral dan dibarengi tradisi seperti ritual, tirakat, hingga mencuci atau jamasan pusaka seperti keris.

Di Kota Semarang, yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dan salah satu kota metropolitan di Indonesia, masyarakatnya pun tak melupakan tradisi saat bulan Sura.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bahkan, beberapa masyarakatnya turut memperingati bulan Sura dengan melakukan berbagai tradisi seperti mencuci pusaka keris atau yang populer disebut jamasan.

Baca juga: Jateng Terancam Tenggelam, Ganjar Ditegur Megawati Soal Rob

Hal itu pun menjadi ladang rezeki bagi para tukang cuci keris atau penjamas di Kota Semarang. Sebut saja Ndaru Handoko Aji, 51, warga Jalan Batan Timur Raya No 44, Miroto, Semarang Tengah.

Setiap memasuki bulan Sura, Ndaru selalu kebanjiran order. Pun demikian dengan tahun ini, kendati situasi masih diliputi pandemi.

“Menurut tradisi Jawa, bulan Sura itu bulan yang paling suci. Makanya, pusaka yang dimiliki seperti keris, pedang, hingga tombak disucikan atau dijamas,” ujar Ndaru saat dijumpai wartawan di rumahnya, Selasa (10/8/2021).

Order Jamasan Keris

Ndaru mengaku tahun ini jumlah pusaka yang dijamas pun meningkat dari tahun sebelumnya. Jika tahun lalu mencuci sekitar 200-300 pusaka. Kini ia menerima order melakukan jamasan 500 pusaka berupa keris.

Untuk satu keris yang dicuci, ia pun mematok tarif Rp50.000. Ia tidak tahu alasan pesanannya meningkat tahun ini. Menurutnya, hal itu berhubungan dengan pandemi Covid-19 yang saat ini sedang terjadi di tengah masyarakat.

“Enggak tahu kenapa [banyak yang mencuci pusaka]. Mungkin kepercayaan, di samping masalah ekonomi juga agar terhindar dari wabah. Memang ada yang percaya seperti itu. Justru kondisi seperti ini, ekonomi jatuh, dukun-dukun dan jimat-jimat laris. Supaya kondisinya bangkit lagi. Memang aneh,” ujarnya.

Baca juga: Cegah Covid-19, Warga Karanganyar Tidak Boleh Tirakatan Kemerdekaan

Ndaru mengaku pengguna jasanya biasanya merupakan pelanggan lama. Namun ada juga pengagum keris baru yang memakai jasa penjamasan.

“Ada yang sudah menjadi langganan turun temurun, dari bapak ke anaknya. Mereka ada yang dari Demak, Purwodadi, Kendal, Tegal, Jepara, hingga Kalimanntan,” tuturnya.

Ndaru mengaku untuk melakukan jamasan ada berbagai tahap yang harus dilalui. Prosesnya mulai dari membuka warangka hingga merendam keris dalam air kelapa untuk menghilangi karat.

Baca juga: Polri, IJTI, PWI Grobogan Bantu Yatim Piatu Korban Covid-19

Setelah itu, keris masih dibersihkan dengan cara disikat dan diberi jeruk nipis. Proses ini dilakukan berulang kali hingga pamor keris kembali terlihat. Setelah pamor keris terlihat, ia kemudian membilas keris dengan menggunakan air kembang.

“Kalau karatnya parah bisa memakan waktu 3-4 hari. Tapi, kalau mudah untuk memunculkan pamor cukup waktu satu jam,” tuturnya.

Selain jasa jamasan, Ndaru juga menerima jasa perawatan, perbaikan, pembuatan warangka, hingga konsultasi pusaka. Profesi ini dilakoni secara turun temurun dari sang ayah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya