SOLOPOS.COM - Ilustrasi Potret Kemiskinan di Indonesia. (JIBI/Solopos)

Solopos.com, WONOGIRI — Pemkab Wonogiri diprediksi akan menghadapi berbagai tantangan guna menurunkan persentase angka kemiskinan menjadi satu digit di tahun 2024. Pandemi covid-19 hingga ancaman inflasi menjadi kendala sekaligus tantangan yang harus dihadapi Pemkab Wonogiri.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, persentase angka kemiskinan tahun 2021 sebesar 11,55 persen. Angka itu naik dari 0,69 persen pada tahun 2020 yang sebesar 10,86 persen. Kenaikan persentase angka kemiskinan terjadi secara nasional akibat pandemi Covid-19.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan data tersebut, masih terdapat 110.460 penduduk miskin di Wonogiri. Sebagaimana diketahui, kemiskinan diukur dari tingkat pengeluaran guna memenuhi kebutuhan makanan dan nonmakanan.

Garis kemiskinan berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Wonogiri pada 2021 tercatat Rp356.728/orang/bulan. Artinya, orang dengan penghasilan di bawah angka tersebut masuk dalam kategori penduduk miskin di Wonogiri.

Angka kemiskinan sebesar itu menempatkan Wonogiri menjadi kabupaten dengan persentase kemiskinan terbanyak ketiga di eks Karesidenan Solo setelah Sragen dan Klaten. Sementara, di tingkat Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Wonogiri menempati urutan 19 dari 35 kabupaten/kota dengan persentase angka kemiskinan tertinggi.

Baca Juga: Tunggu Informasi, Wonogiri Belum Tentukan KPM Bansos Pengalihan Subsidi BBM

Sepanjang Maret 2020-Maret 2021, Wonogiri menduduki urutan pertama kenaikan penduduk miskin terbanyak di Jawa Tengah, disusul Magelang, Purworejo, Klaten, dan Banjarnegara. Sementara itu, indeks pembangunan manusia (IPM) Wonogiri pada 2021 sebesar 70,49 persen, masuk dalam status tinggi.

IPM Wonogiri menduduki peringkat tujuh dari tujuh kabupaten/kota di eks Karesidenan Solo dan peringkat 20 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Meski begitu, IPM Wonogiri menunjukkan tren positif.

Pada 2017, IPM Wonogiri masih berstatus sedang, yaitu sebesar 68,66 persen. Rata-rata pertumbuhan IPM Wonogiri sejak 2017-2021 sebesar 0,46 persen.

BPS Wonogiri menyebutkan IPM merupakan indikator jangka panjang. Peringkat atau ranking bukan satu-satunya ukuran kemajuan pembangunan manusia. Adapun kemajuan pembangunan dapat dilihat dari kecepatan IPM dan status IPM.

Baca Juga: Ini Penyebab Kabupaten Wonogiri Sering Alami Kekeringan Tiap Tahun

Di sisi lain, angka kemiskinan ekstrem di Wonogiri juga naik 2,33 persen saat pandemi Covid-19, dari semula 1,81 persen menjadi 4,14 persen pada 2021. Sementara, pemerintah pusat menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024.

Wakil Bupati (Wabup) sekaligus Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Wonogiri, Setyo Sukarno, mengatakan Pemkab Wonogiri akan menghadapi sejumlah kendala dalam penanggulangan kemiskinan, di antaranya inflasi. Kenaikan harga pada beberapa komoditas akan menurunkan daya beli dan ketercukupan warga.

Kendati demikian, Pemkab tetap optimistis dapat menurunkan angka kemiskinan hingga satu digit pada 2024 dengan menjalankan program yang akan dirumuskan dalam waktu dekat.

“Pada prinsipnya, kami memang akan menghadapi tantangan berat mewujudkan angka kemiskinan menjadi satu digit di akhir masa jabatan. Kami akan mencari alternatif, bagaimana menggerakan perekonomian masyarakat. Misalnya dengan menyalurkan bantuan sosial sehingga dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, nanti akan tercipta ketahanan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan,” kata Setyo saat ditemui Solopos.com di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Wonogiri, Kamis (1/9/2022).

Baca Juga: Ini 9 Kecamatan di Wonogiri yang Boleh Dijadikan Kawasan Industri Besar

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi sepanjang Januari-Agustus 2022 sebesar 3,63 persen. Sedangkan tingkat inflasi sepanjang Agustus 2021-Agustus 2022 sebesar 4,69 persen. Di sisi lain, pada Agustus 2022 terjadi deflasi sebesar 0,21 persen.

Kepala Bappeda Litbang Wonogiri, Heru Utomo, mengakui ada beberapa kendala yang dihadapi pemerintah. Pertama, tidak tersedia data yang update menggambarkan kemiskinan riil pada masyarakat. Kedua, adanya tumpang penerima manfaat kegiatan penanggulangan kemiskinan.

Ketiga, belum ada sinkronisasi data antarpenyedia data lintas sektor. Keempat, sulit melaksanakan evaluasi pelaksanaan program kegiatan penanggulangan kemiskinan.

“Penanggulangan kemiskinan ini tidak mudah, berbeda dengan program pengentasan stunting [tengkes]. Kalau tengkes, pemerintah pusat sudah jelas memberi petunjuk dan teknis penanggulangannya. Sudah ada arahan. Sedangkan, penanggulangan kemiskinan itu tidak ada. Kami setiap daerah harus mencari sendiri cara atau alternatif agar kemiskinan ini bisa ditanggulangi,” kata Heru saat berbincang dengan Solopos.com di kantornya di Bappeda Litbang Wonogiri, Kamis.

Baca Juga: Pemkab Wonogiri Serius Ingin Tekan Laju Kaum Boro, Ini yang Dilakukan

Dia melanjutkan, TKPK Wonogiri memiliki empat kebijakan dalam penanggulangan kemiskinan. Pertama, mengurangi beban pengeluaran dengan cara seperti pendidikan gratis, pemberian bansos, pelayanan kesehatan gratis, dan beasiswa mahasiswa prestasi. Kedua, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin dengan cara antara lain pelatihan kerja, bantuan kredit kepada usaha mikro kecil. 

Ketiga, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil melalui pelatihan berusaha, fasilitasi uji kompetensi, penyaluran subsidi bunga, dan fasilitasi perizinan berusaha. Keempat, menyinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dengan cara mengelola data fakir miskin, sinergitas perencanaan penanggulangan kemiskinan antarorganisasi perangkat daerah.

“Masalah data itu menjadi prioritas utama kami agar tahu, jan-jane itu di mana saja kemiskinan terjadi, berapa, dan siapa. Sehingga nanti kami akan tetap sasaran. Dari data itu, nanti akan kami kombinasikan dua kebijakan. Pertama, intervensi program kegiatan dari pemerintah, baik pendidikan, kesehatan, sandang, dan pangan. Kedua, kami nanti pakai data [indikator] dari BPS, misalnya soal pangan, apa saja pangan yang harus dikonsumsi warga. Nah, nanti kami akan mendorong itu. Kalau dua hal itu bisa dipadukan, saya kira akan mencapai sasaran. Target menurunkan kemiskinan dan menghilangkan kemiskinan ekstrem bisa berhasil,” jelas Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya