SOLOPOS.COM - Koleksi gerobak angkringan di Museum Sejarah Angkringan Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klayten. Foto diambil Rabu (3/11/2021). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Warga Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, diyakini sebagai pencetus warung hik atau angkringan yang kini merambah ke berbagai daerah di Indonesia. Sejak dirintis pada 1930-an, angkringan yang semula dijajakan dengan dipikul kini berubah menggunakan gerobak dan menetap di suatu tempat.

Dari orang-orang Ngerangan lah hik atau angkringan tercipta. Dimulai dari Kota Solo hingga kini merambah ke berbagai daerah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu pegiat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Ngerangan, Suwarna, mengatakan warga secara turun temurun membuka usaha angkringan. Soal nama, awalnya usaha tersebut bernama hik ketika dirintis warga Ngerangan di Kota Solo. Hingga merambah ke Jogja, warung itu dikenal dengan nama angkringan.

Baca Juga: Cerita Warga Ngerangan Klaten Mengapa Angkringan di Solo Dikenal Hik

Suwarna menjelaskan angkringan menjadi aset penopang ekonomi terbesar warga Ngerangan. Lebih dari 700 warga Ngerangan membuka usaha angkringan ke berbagai daerah.  Ada yang menjadi anak buah ada pula yang menjadi jurangan.

Lebih dari 70 persen warga Dukuh Sawit, Desa Ngerangan, merantau membuka usaha angkringan. Sementara itu, hampir semua perangkat desa di Ngerangan pernah berjualan angkringan.

“Ibarat pepatah, setiap anak yang lahir di Ngerangan ini dibuatkan gerobak angkringan,” kata Suwarna.

Baca Juga: Swadaya, Warga Ngerangan Klaten Dirikan Museum Sejarah Angkringan

Salah satu saksi hidup perjalanan angkringan, Wakiman Warno Suwito, 75, menceritakan setelah berjualan hik di Solo pada 1970, dia pindah ke Kota Jogja pada 1982. Saat itu, hik tak lagi dijajakan dengan cara dipikul melainkan dengan didorong menggunakan gerobak.

Seiring perkembangan, hik atau angkringan dijajakan menggunakan gerobak yang menetap di satu lokasi.  Warno menuturkan gerobak dia bikin di kampung halamannya. Setelah jadi, dia membawa gerobak itu ke Jogja dengan cara didorong dan berjalan kaki dari kampung hingga ke tempat dia menginap di Jogja.

Mendorong gerobak angkringan dari kampung halaman hingga ke kota tempat jualan angkringan menjadi kebiasaan warga saat itu lantaran masih minimnya angkutan. “Saya terakhir jualan angkringan itu pada 1980,” kata Warno.

Baca Juga: Ngerangan dan Sejarah Cikal Bakal Warung Hik atau Angkringan

Warno mengatakan ada berbagai pengalaman unik ketika berjualan angkringan. Seperti yang pernah dialami teman-temannya ketika menjajakan dagangan hik atau angkringan dengan cara dipikul di Kota Solo.

Ada temannya yang pernah tersesat di kompleks permakaman. “Diawe-awe uwong dikirane loji apik. Jebule tekan nggone wes nang tengah kuburan,” jelas Warno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya