SOLOPOS.COM - Mantan tahanan politik (tapol) Pulau Buru, Eko Sutikno (menghadap ke depan), saat memberikan kesaksiannya di depan wartawan pada acara diskusi dan pemutaran film dokumenter Pulau Buru Tanah Air Beta di Kampus UIN Walisongo, Semarang, Rabu (8/6/2016) malam WIB. (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Isu PKI bangkit berembus semakin kencang menyusul banyaknya mantan tahanan politik (tapol) yang diundang ke acara diskusi.

Semarangpos.com, SEMARANG – Salah seorang mantan tahanan politik (tapol) yang sempat diasingkan ke Pulau Buru karena dianggap terlibat organisasi terlarang, Partai Komunis Indonesia (PKI), Eko Sutikno, mengaku tidak ingin negara meminta maaf. Ia hanya ingin negara memberikan kesamaan hak kepadanya dan teman-teman senasib seperti warga negara Indonesia lainnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal ini disampaikan Eko kepada wartawan di sela-sela diskusi dan penayangan film dokumenter Pulau Buru Tanah Air Beta di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Rabu (8/6/2016) malam.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kalau minta negara minta maaf mungkin terlalu berat buat negara. Kami hanya ingin keadilan. Buktikan negara bisa adil. Caranya yakni memberikan kesamaan hak bagi kami [eks tapol], diberi peluang kerja yang sama baiknya kepada keluarga kami, sama seperti lainnya. Jangan dicari-cari kesalahan, apalagi dengan alasan komunis bangkit lagi,” ujar Eko kepada wartawan.

Dalam kesempatan itu, Eko juga menceritakan kisahnya hingga diasingkan ke Pulau Buru bersama ribuan tapol lainnya pada masa Orde Baru, seperti Pramoedya Ananta Toer dan Karel Supit. Ia mengaku semula yang ditangkap adalah kawannya, Romodus Riyanto, asal Solo, yang baru saja berkunjung ke rumahnya di Kaliwungu, Kendal.

“Saat itu, pihak keamanan minta saya datang jika mau teman saya dibebaskan. Akhirnya, benar, saya datang, teman saya dibebaskan dan saya yang masuk,” tutur Eko.

Eko mengaku selama menjalani pengasingan di Pulau Buru dari Agustus 1969-November 1979 acap kali mendapat penyiksaan. Ia bahkan mendapat makanan yang tidak layak, yakni 70-90 butir jagung setiap harinya. “Tapi mau dendam bagaimana? Wong yang menangkap saya sudah pada mati semua,” imbuh Eko.

Eko mengaku tidak tahu menahu alasannya ditangkap dan diasingkannya ke Pulau Buru selama lebih dari 10 tahun. Padahal, sebelumnya ia tidak pernah terlibat dalam organisasi apa pun, termasuk PKI.

“Saya itu dulu kuliah di Universitas Cokroaminoto. Saat kuliah saya enggak suka terlibat organisasi karena saya nilai ribet. Cuma selama beraktivitas saya terkenal mengikuti kegiatan kemanusiaan dan dulu kalau aktivitas kemanusiaan itu identik dengan faham komunis atau marxis, jadi dianggap komunis,” imbuh Eko.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya