SOLOPOS.COM - TANAM PADI

Solopos.com, BOYOLALI – Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali meminta petani menunda menanam padi dan jagung pada musim tanam I (MT I) mengingat intensitas hujan masih rendah. Biasanya, MT I dimulai pada Oktober setiap tahun.

Hingga pertengahan Oktober, intensitas hujan masih rendah. Meski sempat dikabarkan terjadi kemarau basah tahun ini, pada Oktober hujan masih jarang terjadi di Boyolali. Artinya, suplai air untuk kebutuhan pertanian belum mencukupi utamanya di kawasan tadah hujan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kalau ditanam sekarang mungkin enggak bagus. Banyak yang mati. Jadi harus mundur tanam. Biasanya Oktober banyak air. Tapi, air hujan kemarin belum terjadi merata. Kami informasikan kepada petani agar menunda tanam untuk menghindari gagal,” kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dispertan Boyolali, Supardi, saat ditemui wartawan di kantornya, Selasa (19/10/2021).

Baca Juga: Pertanian Boyolali: Sawahan Kini Nyaris Tanpa Sawah

Ia menjelaskan hujan yang terjadi pada September sempat memberikan rasa optimisme musim tanam bisa dilakukan pada Oktober. Ia lantas mendistribusikan bantuan benih jagung dan padi kepada para petani.

Di Boyolali ada 2.500 hektare lahan jagung dengan jumlah benih 15 kilogram per hektare. Selain itu, ada 13.000 hektare mendapatkan bantuan benih padi dengan kapasitas 25 kilogram benih per hektare.

Sayangnya, hujan justru berhenti pada Oktober. Kawasan dengan sistem irigasi tidak masalah dengan kondisi kering ini. Hal sebaliknya justru terjadi pada kawasan yang rata-rata mengandalkan tadah hujan seperti di Boyolali bagian utara.

Baca Juga: Dilema Petani Boyolali Rebutan Panenan Jagung dengan Kera Gunung

“Yang telanjur tanam di Boyolali utara ada tapi tidak banyak. Yang pakai irigasi silakan tetap tanam. Tapi yang nonirigasi ditunda dulu,” ujar dia.

Untuk mengatasi masalah pasokan air ini, Dispertan Boyolali menempuh beragam cara mulai dari membikin sumur pantek, membikin sumur dalam dan lainnya. Namun, pada musim kemarau sungai banyak yang kering sehingga tidak ada sumber air yang bisa digunakan.

Akibatnya, ratusan hektare lahan kering seperti yang terjadi di Wonosamodro dan sekitarnya. Apabila musim tanam tepat waktu dimulai pada Oktober, pada Januari tahun depan biasanya mulai panen raya.

Baca Juga: Petani Boyolali Didorong Melek Teknologi Informasi

Pada musim tanam II dan III bisa dimanfaatkan untuk menanam padi. Bila perlu disela lagi tanam jagung apabila suplai air dinilai tidak mencukupi untuk tanam padi.

Menariknya, produktivitas jagung dan padi di Boyolali tergolong baik. Dari satu hektare lahan rata-rata bisa menghasilkan 5,5 sampai 5,7 ton jagung. Hal serupa juga terjadi pada padi.

Bahkan, di Ngemplak, satu hektare sawah bisa menghasilkan 8 ton gabah. Capaian ini membuat Boyolali surplus beras hingga 40.000 ton per tahun.

Baca Juga: Petani Selo Boyolali Tanam Bawang Merah dengan Bibit Biji, Panen Perdana Hasilkan 9-10 Ton/Ha

Mundurnya masa tanam ini membuat petani harus mewaspadai serangan hama yakni tikus. Selama ini serangan tikus cukup terkendali lantaran para petani berinisiatif melakukan gropyok.

Selain itu, Dispertan juga mendistribusikan bantuan pestisida untuk mengatasi serangan hama di wilayah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya