SOLOPOS.COM - Arif Budianto (Istimewa)

Menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada hakikatnya adalah pelayan bagi masyarakat. Apa pun posisi jabatannya dalam birokrasi, tugas pokoknya melayani kepentingan masyarakat di semua bidang dan aspek kehidupan. Sehingga menjadi sangat penting bagi ASN untuk memiliki integritas dan jiwa melayani kepada masyarakat atau pemangku kepentingan. Bayangkan jika ASN bersikap arogan dan tidak mempunyai integritas dalam melaksanakan tugasnya.

Banyak definisi integritas dari berbagai pakar. Namun, sebagai individu juga boleh memiliki definisi integritas dalam diri sendiri. Definisi integritas diambil dari kamus kompetensi perilaku KPK adalah bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya, sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-nilai dapat berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai masyarakat atau nilai moral pribadi). Sebagai ASN tentu harus memegang teguh integritas tersebut dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Integritas tumbuh dari pribadi. Namun, lingkungan tempat bekerja juga bisa memengaruhi integritas seseorang. Pada sistem pemerintahan atau yang sering kita sebut dengan birokrasi, sangat penting menghadirkan lingkungan dan suasana yang mendukung demi terjaganya integritas pegawai. Langkah yang ditempuh masing-masing organisasi berbeda-beda, namun tujuannya adalah menjaga integritas pegawai dan mencegah terjadinya perilaku koruptif.

Kementerian Keuangan telah melakukan langkah-langkah tersebut sejak 2007 dengan membentuk kantor pelayanan percontohan. Kantor pelayanan percontohan yaitu unit kerja yang tidak menoleransi adanya praktik KKN. Sekarang seluruh unit kerja di Kementerian Keuangan harus menerapkan cara kerja yang sama dengan kantor percontohan tersebut.

Kementerian Keuangan juga mendorong seluruh unit organisasi di bawahnya mencanangkan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM). Pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM ini merupakan program nasional yang diprakarsai oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Dasar penyelenggaraan Pencanangan Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani adalah Permenpan RB Nomor 52 Tahun 2014 dan telah diubah dengan Permenpan RB Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Upaya lainnya adalah adanya Nilai-nilai Kementerian Keuangan yang harus dipahami dan diamalkan seluruh ASN di Kementerian Keuangan. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan tersebut adalah:

1. Integritas, yaitu berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.

2. Profesionalisme, yaitu bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.

3. Sinergi, yaitu membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.

4. Pelayanan, yaitu memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman.

5. Kesempurnaan, yaitu senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik

Dengan adanya Nilai-nilai Kementerian Keuangan dan pembangunan zona integritas di seluruh unit organisasi Kementerian Keuangan diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkuat integritas seluruh pegawai Kementerian Keuangan. Dengan integritas yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai dan organisasi.

Kenapa integritas pegawai bisa memengaruhi kinerja pegawai dan organisasi?

Kebijakan Work From Home (WFH)

Pada saat ini kondisi global masih dalam masa pandemi Covid-19. Terjadi perubahan pola kerja menyesuaikan kondisi ini. Dengan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat maka sebagian pegawai bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Seharusnya, kebijakan work from home tidak akan memengaruhi kinerja individu pegawai maupun kinerja organisasi asalkan setiap pegawai memegang teguh integritasnya. Integritas ini terkait dengan komitmen waktu dalam bekerja. Pola kerja secara WFH berbeda dengan pola kerja yang dilakukan di kantor.

Perbedaan tersebut antara lain sarana dan prasarana yang dipakai dalam bekerja dan pengawasan atas pekerjaan tersebut. Pegawai yang bekerja di kantor menggunakan sarana dan prasarana yang sudah ada dan tersedia di kantor. Pengawasan dilakukan oleh atasan dilakukan secara langsung sehingga terjaga integritas dan kinerjanya. Komitmen terhadap waktu kerja juga dapat dilihat oleh atasannya.

Sedangkan pegawai yang melakukan WFH, menggunakan sarana dan prasarananya yang dipunyai pegawai sendiri. Kebanyakan pekerjaan dilakukan atau diselesaikan secara online menggunakan berbagai aplikasi. Kemampuan pegawai terhadap IT sangat diperlukan dalam mendukung pekerjaannya. Minimal bisa mengoperasikan aplikasi dengan baik.

Saat WFH tidak ada pengawasan secara langsung oleh atasannya. Komitmen terhadap waktu kerja kurang bisa dipantau oleh atasannya secara langsung. Seringkali pegawai yang melakukan WFH tidak bisa memilah waktu untuk bekerja dengan waktu untuk kegiatan pribadinya. Seharusnya, pada saat mendapat tugas WFH, pegawai tersebut menetapkan waktu kerja sama seperti waktu work from office (WFO), sehingga kinerja pegawai tersebut tetap tinggi dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. Di sinilah integritas pegawai diuji. Apakah dia bisa melaksanakan tugas dengan baik walaupun tidak ada pengawasan langsung dari atasannya.

Integritas pegawai saat melaksanakan tugas WFH

Pegawai yang sedang ditugaskan work from home dapat mengerjakan tugas-tugasnya dari rumah mempunyai tantangan tersendiri. Kemampuan dan penguasaan atas aplikasi pendukung sangat diperlukan. Karena pekerjaan dilakukan secara mandiri tanpa ada supervisi dari atasan secara langsung, maka dibutuhkan kreativitas dan komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan semua tugas sesuai dengan kewenangan yang ada pada pegawai tersebut.

Bagi pegawai yang terbiasa bekerja manual dan hanya menunggu perintah dari atasannya, maka sistem kerja secara WFH akan membuatnya kesulitan, bahkan mungkin akan menimbulkan anggapan bekerja dari rumah itu merupakan libur tidak resmi. Pegawai tidak mengetahui pekerjaan apa yang harus dilakukan dari rumah. Pegawai hanya melakukan presensi melalui aplikasi pada saat jam masuk dan jam keluar sesuai ketentuan. Namun, selama jam kerja, mereka tidak melakukan pekerjaan semestinya.

Hal yang dihadapi adalah tidak ada output yang dihasilkan untuk mendukung kinerja organisasi. Karena merasa WFH adalah hari libur, maka banyak pegawai yang mengisi sepanjang harinya dengan kegiatan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan tugas-tugas kantor. Di sinilah integritas pegawai tersebut dipertanyakan. Pegawai tersebut tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya atau biasa diistilahkan sebagai korupsi waktu.

Bagi pegawai yang memegang teguh integritasnya, WFH justru menjadi ajang mengasah keterampilan dan kreativitasnya. Bekerja dari rumah menuntut kemampuan adaptif untuk menyesuaikan kondisi kekinian. Pegawai tetap bisa melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, sekaligus tetap menjaga dan mematuhi protokol kesehatan.

Karena pekerjaan dilakukan di rumah masing-masing pegawai, kemampuan manajemen individu sangat dibutuhkan untuk mengelola pekerjaan dan juga tetap melakukan koordinasi dengan atasannya maupun teman sejawat. WFH juga menguji kedisiplinan secara mandiri. Aktivitas kerja tanpa pengawasan langsung, menjadi sarana uji integritas moral dan tanggung jawab terhadap tugas pekerjaan.



Bagi pegawai yang mempunyai integritas moral dan tanggung jawab yang baik, akan menjalankan tugasnya meski secara fisik tetap di rumah. Pada akhirnya, layanan dan tugas secara online menjadi tumpuan bagi pegawai di masa pandemi. Model pegawai seperti ini akan memanfaatkan kelonggaran kerja untuk mengasah kemampuan dan keahliannya di bidang teknologi informasi guna mendukung penyelesaian pekerjaannya. Pegawai yang mempunyai integritas moral yang baik akan berusaha mengasah kreativitasnya dalam menyesuaikan suasana kerja tanpa kontrol dan pengawasan langsung dari atasannya.

Work from home bukan menjadi penghalang atau mengurangi produktivitas pegawai dalam melaksanakan tugas, asalkan bisa menjaga integritas moral dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diembannya. Jadi integritas moral sangat penting dan harus dipunyai setiap pegawai. Adanya work from home justru menjadi kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan kreativitasnya dan kompetensinya dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Tidak ada pengawasan langsung bukan berarti bisa berbuat semaunya dan tidak produktif karena integritas moralnya akan menuntun ke arah rasa tanggung jawab yang tinggi pada amanah yang diemban.

Saran bagi perbaikan pelaksanaan WFH agar setiap pegawai diberikan kewajiban untuk selalu melaporkan pekerjaan yang sudah dilakukan setiap akhir hari, dengan demikian atasannya dapat memantau produktivitas dari setiap pegawai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya