SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Kota Semarang, sebagai ibu kota Jawa Tengah, ternyata memiliki sejarah perbatikan. Namun tak banyak masyarakat yang tahu, jika batik semarangan juga sebagai alat syiar agama waktu silam.

Ketua Paguyuban Pembatik Kampung Batik, Eko Hariyanto, menutip literatur yang pernah ia baca, batik semarangan sudah digunakan pada zaman bupati pertama Semarang, Ki Ageng Pandan Arang. “Sebagai alat syiar agama Islam saat itu. Nahm perjuangannya dilanjutkan oleh anaknya, yakni Ki Ageng Pandanaran hingga sampai ke Bayat, Klaten,” ujar Eko.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bukti bahwa adanya batik semarangan pun, lanjutnya, ada di Museum Den Haag Belanda, dan Museum di Los Angeles, Amerika Serikat. Kedua museum itu ia klaim memiliki koleksi batik semarangan.

“Menurut buku yang saya baca, batik semarangan ada pada 1840-1860. Itu ditemukan di museum Den Haag Belanda dan Los Angeles. Dulu batik semarangan dibuat oleh masyarakat kaki Bukit Ungaran,” tambahnya.

Perjalanan sejarah batik di Semarang diakui Eko tanpa fase perkembangan di lingkungan keraton. Berbeda dengan batik di luar keraton, batik keraton memiliki motif yang memiliki filosofi dan tak sembarang orang bisa memakainya, mulai dari warna, motifnya dipilih langsung oleh raja.

“Beda kalau batik pesisir yang memiliki motif bebas, tegantung dengan pembatiknya. Termasuk batik semarangan, dia masuk dalam kategori batik pesisir. Motifnya saat itu yang banyak digambar adalah flora dan fauna,” tuturnya.

Bergeser dari kaki Ungaran, Eko lalu memaparkan bahwa dalam perjalanannya, Kota Semarang memiliki perkampungan yang disebut kampung batik. Kampung tersebut terletak di RT 004/RW 002, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah.

“Dulu itu sama seperti kampung seperti biasanya. Dulu di Berok saat zaman kolonial Belanda sekitar 1800-an sampai 1900-an tempat bongkar muat barang. Banyak kapal bisa keluar masuk lewat Kali Semarang itu. Jadi, banyak saudagar batik dari Solo, Pekalongan, dan lainnya itu tinggal di sini untuk mengirim barang dagangannya keluar Semarang,” ujarnya.

Banyaknya saudagar batik itu, menurut Eko memunculkan Gedung Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). “Letaknya di samping Gedung Bank Mandiri. Oleh karena banyak saudagar batik, kemudian kampung sini dikenal sebagai kampung batik,” tambahnya.

Kampung Batik, lanjut Eko, merupakan saksi bisu atas tragedi Pertempuran 5 Hari di Semarang. Saat itu, Kampung Batik habis terbakar tak tersisa karena dibakar oleh Jepang.

“Setelah kejadian tersebut, sudah tak ada lagi kegiatan yang berkaitan dengan batik di Semarang. Hingga suatu ketika Pemerintah Kota Semarang ingin memunculkan kembali batik semarangan pada 2006. Memang rentang waktunya sangat panjang,” paparnya.

Mulainya digelar pelatihan membatik yang diikuti 20 orang saja saat itu. Sedikit demi sedikit, batik semarangan muncul kembali. Sampai saat ini, batik semarangan bukan hanya bermotif flora dan fauna, sudah banyak motif yang dimiliki  batik semarangan.

“Setalah pada 2007 atau 2008 dilakukan penelitian, ternyata Semarang itu minim motif. Saat itulah pemerintah mengusulkan adanya banyak motif seperti Lawang Sewu, Tugumuda, Gereja Blenduk, bandeng presto, wewe gombel, sebagai motif ikonik,” tuturnya.

Hingga saat ini banyak masyarakat yang menganggap batik yang memiliki motif ikon kota seperti Lawang Sewu, Gereja Blenduk, Tugu Muda sebagai batik semarangan. Namun, Eko menilai batik semarangan bukan hanya bisa dilihat dari motif yang bersifat identitas daerah.

“Pada 2008-2009, batik semarangan mempunyai definisi batik yang dibuat di Semarang, oleh warga Semarang dengan pemberdayaan masyarakat di Semarang. Contohnya saja, Batik Tugu Muda. motifnya memang semarangan, tapi pembuatannya di Pekalongan, sama saja misalnya saya buat batik gambar patung Liberty, apa itu kemudian disebut batik Amerika? tidak kan?” tanyanya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya