SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Stigmatisasi kerap menimpa orang dengan HIV/AIDS atau ODHA di Indonesia. Stigma-stigma yang muncul kerap menyebabkan para penderita HIV/AIDS terdiskriminasi.

Penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2018 mencoba menjawab bagaimana sikap orang Indonesia bila menemui ODHA? Ada dua pertanyaan ringan yang diajukan kepada para responden.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Apakah Anda akan membeli sayuran segar dari petani atau penjual yang diketahui penderita HIV atau AIDS? Atau apakah Anda bersedia anak-anak Anda diajar oleh guru yang terinfeksi HIV?”

Dua pertanyaan itu potret apakah masih ada stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS di Indonesia. Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 disebutkan 59,6% orang tidak bersedia membeli sayuran dari petani atau penjual penderita HIV.

Baca Juga: Berkat Bisnis Tahu Kekinian, Pemuda Purbalingga Jadi Sarjana Unnes

Kemudian ada 39,3% orang setuju guru yang menderita HIV/AIDS tidak diperkenankan mengajar. Apakah mereka akan mengucilkan penderita HIV di sekitar mereka?

Tercatat hanya 14,7% orang yang menjawab akan mengucilkan tetangga yang menjadi penderita HIV.

Meski begitu, sebagian responden memilih merahasiakan bila ada anggota keluarga mereka menderita HIV. Ada 46,5% orang yang akan merahasiakan kondisi yang dialami anggota keluarga mereka. Meski begitu 88,5% responden bersedia merawat anggota keluarga mereka bila menjadi penderita HIV.

Data Riskesdas 2018 ini menjadi gambaran masih ada stigma terhadap para penderita HIV/AIDS di Indonesia. Namun, bisa dibilang stigma itu mulai berkurang dibandingkan hasil penelitian sebelum-sebelumnya.

Penelitian berjudul Hubungan Pengetahuan HIV/AIDS dengan Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Kalangan Remaja 15-19 Tahun di Indonesia yang dilakukan Berliana Situmeanga, Syahrizal Syarif, Renti Mahkota, sebagaimana dimuat dalam Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia pada Juli-2017 berupaya melihat korelasi antara pengetahuan dan stigma terhadap penderita HIV.

Mereka menyebut masih terdapat pemahaman yang keliru tentang penularan virus HIV. Responden yang tahu virus HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk baru sebesar 48,5%. Kemudian responden yang tahu bahwa virus HIV tidak menular melalui makan sepiring dengan ODHA hanya  41,6%.

Baca Juga: Bukan Antonov An 124-100 Yang Terbesar, karena Pesawat Inilah Rajanya

”Hasil penelitian ini menemukan 49,10% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS. Hanya 26 responden yang mampu menjawab keseluruhan pertanyaan dengan benar [0,3%],” sebut mereka.

Mereka mengatakan kelompok responden yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang HIV 1,210 kali lebih berisiko mempunyai stigma terhadap ODHA dibandingkan dengan kelompok responden yang memiliki pengetahuan yang cukup.

Tidak Tahu Cara Penularan HIV/AIDS

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA muncul berkaitan dengan ketidaktahuan tentang mekanisme penularan HIV, perkiraan risiko tertular yang berlebihan melalui kontak biasa, dan sikap negatif terhadap kelompok sosial yang tidak proporsional yang dipengaruhi oleh epidemik HIV/AIDS.

Hal ini didukung dengan penelitian di Botswana yang menggambarkan ketidakpahaman cara penularan HIV sering menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.

”Penelitian di Afrika Selatan juga menemukan kesimpulan yang sama, pengetahuan penularan HIV menjadi penyebab penting terjadinya stigma. Kesalahpahaman atau kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/ AIDS berdampak pada ketakutan masyarakat terhadap ODHA, sehingga muncul penolakan terhadap ODHA.”

Mantan Menteri Kesehatan Indonesia Nila Moeloek meminta masyarakat dapat menormalisasi cara pandang terhadap penyakit HIV/AIDS agar tidak lagi dipandang menjadi sesuatu yang menakutkan. ”’Jangan ada lagi stigma terhadap ODHA,” kata dia sebagaimana dikutip dari depkes.go.id.

Baca Juga: Vaksin AstraZeneca Masuk Indonesia, 2 Negara Eropa Justru Setop Peggunaannya

Dia menyebut HIV ada obatnya yaitu antiretroviral (ARV). Obat ARV mampu menekan jumlah virus HIV di dalam darah sehingga kekebalan tubuhnya (CD4) tetap terjaga. Sama seperti penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, kolesterol, atau DM, obat ARV harus diminum secara teratur.

Selain itu harus tepat waktu dan seumur hidup, untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA serta dapat mencegah penularan. ARV dijamin ketersediaannya oleh pemerintah dan gratis pemanfaatannya.

Nila menyebut berkat kemajuan ilmu dan teknologi, prosedur pemeriksaan dan pengobatan HIV/AIDS di Indonesia semakin mudah. ”Sangat diharapkan adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS dapat berubah sehingga jangan sampai ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya