SOLOPOS.COM - Warga membawa tabung bambu dan gerabah, serta sapu lidi yang digendong dengan kain jarik. Perlengkapan tersebut menjadi simbol bekal warga dalam bedol dusun alias pindahnya warga korban bandara dari hunian lama ke tempat tinggal baru, Sabtu (21/10/2017). (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Warga terdampak bandara Kulonprogo pindah ke area relokasi.

Harianjogja.com, KULONPROGO– Warga korban pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) mulai meninggalkan tempat tinggal lama mereka yang kini dijadikan area bandara, ke tempat hunian baru. Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo turut mengiringi doa pada warga yang pindah tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Prosesi pindah ke tempat baru yang disebut bedol dusun itu dilaksanakan pada Sabtu (20/10/2017) oleh warga dari Dusun Bapangan dan Kepek Desa Glagah Kecamatan Temon, Kulonprogo. Mereka meninggalkan rumah yang telah mereka huni berpuluh tahun menuju Dusun Bebekan, Desa Glagah yang disiapkan sebagai area relokasi warga terdampak bandara.

Dalam prosesi bedol dusun itu, warga mengusung air dan tanah dari rumah lama mereka. Tanah itu diambil dari empat penjuru mata angin. Tanah itu sebagai simbol penyatuan tempat tinggal lama dan yang baru, dengan harapan warga memperoleh ketentraman di tempat baru.

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada segenap masyarakat Dusun Bapangan dan Kepek, yang telah rela dan ikhlas, untuk tinggal di kompleks relokasi.

Ia mengaku memahami bagaimana perasaan warga yang harus meninggalkan tempat tinggal, yang sejak lama dijadikan sebagai tempat menjalankan aktivitas bersama keluarga. Dirinya juga menyampaikan doa kepada warga terdampak bandara baru tersebut.

“Namun demikian kami berharap, tempat tinggal di relokasi bisa membawa kebaikan. Saya turut berdoa agar semua bisa hidup dengan ayem tentrem, tanpa halangan,” tutur Hasto Wardoyo, Sabtu (21/10/2017)

Kepala Desa Glagah, Agus Parmono mengatakan, warga membawa beras dan tanah dari rumah lama. Beras dan tanah memiliki makna khusus.

“Semoga simbol papan dan rezeki itu bisa menyatu, di tempat yang baru. Dan masyarakat bisa hidup ayem tentrem di tempat tinggal yang baru,” kata dia, Sabtu di halaman SDN 3 Glagah tempat dimulainya prosesi bedol dusun.

Salah seorang warga Dusun Bapangan, Titin Retnowati menuturkan, ia membawa beras dan kunyit dalam sebuah gerabah serta membawa air dari sumur rumah lamanya, menggunakan tabung bambu, ditutup dengan daun pisang kering.

“Ini kan agenda bedol dusun, simboli agar tanah air ini menyatu dengan rumah baru. Juga bekal agar kami tidak mengalami kekurangan apapun di tempat tinggal baru,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya