SOLOPOS.COM - Masjid Al Mahdi Magelang (Instagram/@tyosantrimbeling)

Solopos.com, MAGELANG — Agama Islam masuk ke Indonesia, khususnya di Jawa, melalui akulturasi budaya. Oleh karena itu banyak masjid di Jawa yang desain bangunannya menunjukan perpaduan budaya yang terlihat cukup jelas. seperti Masjid Menara di Kudus, Masjid Agung Demak, Masjid Agung Solo dan masjid-masjid di Jawa pada umumnya.

Jika kebanyakan desain bangunan masjid di Jawa terdapat pengaruh budaya Agama Hindu, di Kota Magelang terdapat masjid yang menyerupai bangunan kelenteng Tiongkok. Rupanya, masjid yang bernama Masjid Al Mahdi ini dibangun oleh seorang warga Tionghoa yang memutuskan menjadi mualaf, bernama Ustaz Mahdi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mengutip Detik.com, Rabu (30/6/2021), Masjid Al Mahdi ini berada di kawasan perumahan elite Armanda Estate Kota Magelang yang tepatnya berada di Jl. Delima Raya No. 42 Magelang. Seperti bangunan khas Tiongkok pada umumnya, bangunan Masjid Al Mahdi ini dominan dengan warna merah, sedangkan gentingnya dicat dengan warna hijau.

Baca Juga : Petani Lereng Merbabu Sukses Kembangkan Kentang Chitra

Masjid ini menempati lahan seluas 290 meter persegi dengan ukuran 9,5 m x 10,5 m. Masjid ini ditambah dengan tenda di luar hingga dapat menampung sekitar 150-200 jamaah. Ustaz Mahdi yang bernama asli Kwee Giok Yong (Budi Suroso) mengaku telah menjadi mualaf sejak kelas 4 SD dan sejak saat itu namanya diganti menjadi Mahdi.

Bangunan Masjid dengan arsitektur Tiongkok ini dibangun pada Agustus 2016 lalu. Mahdi yang sekarang merupakan Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Magelang ini menjelaskan bahwa bangunan masjid itu dulunya adalah rumah biasa dan pembangunannya menghabiskan waktu 8 bulan.

Mahdi juga mengatakan bangunan Masjid Al Mahdi ini mencontoh arsitektur  Tiongok untuk mengenalkan kepada publik bahwa sebenarnya Agama Islam sudah tersebar di pelosok dunia, khususnya di  Tiongkok.

Baca Juga : Desa Sentra Kerajinan Tanduk Masih Eksis di Magelang

Meski demikian, bangunan masjid ini tidak menghilangkan nilai islami. Beberapa kaligrafi menghiasi dinding masjid, termasuk sebuah mimbar dan karpet hijau membentuk sajadah. Setiap Jumat, masjid ini dipenuhi dengan jamaah yang melakukan ibadah shalat Jumat.

Selama masa pandemi ini, Mahdi membuka pesantren kilat untuk anak-anak sebagai sarana mengisi waktu luang karena sekolah masih daring dan juga membuka kuliah subuh saat hari Minggu. Kegiatan ini dilakukan saat masuk bulan puasa Ramadan

Mahdi yang merupakan anak bungsu dari 8 bersaudara ini adalah orang ketiga yang memutuskan menjadi mualaf. Yang pertama menjadi mualaf  adalah kakak sulungnya yang mengubah namanya menjadi Taufik. Kemudian kakak keduanya dan mengubah namanya menjadi Hidayah dan yang ketiga dirinya.

Baca Juga : Magelang Zona Merah, Pemkab Tutup Semua Objek Wisata

Mengutip kisah perjalanannya menjadi seorang mualaf, Mahdi yang sebelumnya tinggal di Jakarta berada di tengah-tengah teman-teman yang mayoritas beragama Islam. Meski demikian, Mahdi mengaku menjadi mualaf karena hidayah, bukan karena ikut-ikutan.

Mahdi lahir di keluarga dengan budaya Tionghoa yang sangat  kental. Bahkan orang tuanya sudah melarang dari awal untuk tidak menjadi mualaf. Namun saat berada di area musala, dia mendengarkan orang yang sedang membaca Alquran dan membaca surat Al Fatihah.  Saat itulah dia merasa hatinya damai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya