SOLOPOS.COM - Bendungan Simongan di dekat Jembatan Kaligarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. (Solopos.com-Ponco Wiyono)

Solopos.com, SEMARANG — Bendungan Simongan yang terletak di Sungai Kaligarang ternyata merupakan salah satu bendungan tertua yang ada di Kota Semarang. Bendungan ini bahkan sudah berusia hampir 1,5 abad, tepatnya sekitar 143 tahun.

Seorang pegiat sejarah Kota Semarang, Josep Armu Sadhyoko, mengatakan dam yang ada di Sungai Kaligarang itu bernama resmi Bendungan Simongan. Bendungan itu merupakan yang kali pertama berdiri di Semarang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Disebut demikian [Bendungan Simongan] sebab lokasinya yang berada di wilayah Simongan. Sedangkan pada masa lalu disebut dengan Bandjirkanaal,” ujar Josep, Kamis (18/8/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Sementara itu, oleh warga Kota Semarang, bendungan yang terletak di Sungai Kaligarang ini juga kerap dikenal dengan sebutan Bendung Pleret. Josep menambahkan berdasarkan sejumlah sumber berbahasa Belanda yang pernah dibacanya, Bendungan Pleret sudah aktif sejak 1879.

”Bendungan itu dibangun untuk mengatasi banjir yang sering melanda Kota Semarang di era 1800-an. Pembangunannya dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda,” jelasnya.

Baca juga: Menengok Ereveld Kalibanteng, Kompleks Makam Orang Belanda di Semarang

Bandjirkanaal, terang Josep , mulanya juga menjadi program pemerintahan Hindia Belanda terkait kanalisasi sungai di Kota Semarang. “Selain untuk mengatasi banjir, kanalisasi yang dibuat oleh Hindia Belanda juga untuk mengairi area persawahan,” jelas lelaki berkacamata ini.

Sarjana ilmu sejarah ini menambahkan Bendungan Pleret atau Bendungan Simongan di Semarang juga menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia terhadap penjajah Belanda. Bendungan ini menjadi lokasi para pejuang kemerdekaan dalam mengadang pasukan Belanda.

Lokasi pertempuran itu ada di Jembatan Kaligaran, atau sisi utara Bendungan Pleret. “Jembatan dan aliran Kaligarang berperan penting dalam usaha para pejuang menahan pasukan Belanda dan armada tempurnya,” ujar Kolonel Purnawirawan Nursahit, yang menjadi saksi hidup peristiwa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: 5 Desa Ini akan Dilintasi Pipa Transmisi Bendungan Pidekso Wonogiri

Menurut lelaki berusia 83 tahun itu, ia menyaksikan langsung penghancuran jembatan Kaligarang oleh pejuang sebagai bagian dari strategi perlawanan terhadap penjajah. ”Belanda akan dengan mudah mencapai Yogyakarta dan menggempur pertahanan pejuang dengan senjata dan kendaraan mereka, kalau jembatan itu tidak hancur,” kenang Nursahit tentang peristiwa pertempuran melawan pasukan Belanda pada tahun 1947 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya