SOLOPOS.COM - Anggota PKK Desa Ngrombo, Kecamatan Baki memperlihatkan sega guwakan di showroom kerajinan gitar di desa setempat, Sabtu (25/6/2022). (Solopos.com/Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO — Sega Guwakan menjadi salah satu kuliner tradisional khas Desa Ngrombo, Kecamatan Baki. Kabupaten Sukoharjo yang disajikan saat kunjungan delegasi anggota G20. Sega Guwakan itu dihidangkan lengkap dengan wedang jahe yang juga menjadi kuliner tradisional wilayah yang dikenal sebagai sentra industri gitar tersebut.

Sega guwakan memang tak sepopuler sega berkat, kuliner tradisional yang berasal dari Kabupaten Wonogiri. Kendati asing di telinga, nama sega guwakan sangat dikenal oleh warga Desa Ngrombo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sega guwakan merupakan kuliner tradisional khas kampung perajin gitar yang sering dihidangkan saat momen-momen tertentu. Seperti menjamu tamu atau agenda kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif.

Sega guwakan terdiri dari nasi uduk, suwiran ayam, sambal kelapa yang dicampur tempe, gereh petek, telur ayam, dan ditaburi kedelai hitam yang digoreng. Biasanya, sega guwakan disajikan menggunakan takir dari daun pisang.

Baca Juga: Sega Guwakan, Kuliner untuk Delegasi G20 di Desa Ngrombo Sukoharjo

“Memang menggunakan takir saat menyakijan sega guwakan. Takir bukan pincuk, itu beda. Karena tamu yang datang merupakan duta besar anggota G20 maka disajikan menggunakan piring plastik dengan alas daun pisang,” kata seorang petani Desa Ngrombo, Sainem, saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (25/6/2022).

Bagi warga Desa Ngrombo, sega guwakan merupakan makanan tradisonal yang sarat nilai budaya dan tradisi. Sega guwakan sudah ada sejak zaman dahulu.

Para leluhur kerap membuat sega guwakan menjelang masa panen padi. Mereka membuat puluhan pincuk berisi sega berkat yang diletakkan di empat sudut areal persawahan yang akan dipanen.

Filososfi sega guwakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas melimpahnya hasil panen padi.

Baca Juga: Cicipi Beras Kencur di Kafe Jamu Nguter, Delegasi G20: Rasanya Segar

“Sega guwakan ini diletakkan di sawah sebelum subuh. Mungkin jam 03.00-04.00 WIB. Pokoknya sebelum subuh. Nah, pagi harinya, sega guwakan di sawah bakal diperebutkan anak-anak. Setelah itu, tanaman padi baru dipanen oleh petani. Karena diletakkan di pinggir sawah saat malam hari jadi seperti diguwak atau dibuang. Karena itu, diberi nama sega guwakan” ujar dia.

Hingga kini, tradisi ungkapan rasa syukur masih dilakukan oleh beberapa petani sebelum memanen padi di sawah. Mereka ingin nguri-uri tradisi sega guwakan di wilayah Desa Ngrombo.

Namun, sega guwakan relatif sulit didapatkan karena tidak dijual di warung makan di pinggir jalan. Sega guwakan hanya ada saat momen tertentu seperti menjamu tamu dan kegiatan promosi pariwisata.

Baca Juga: Soto Kwali Bu Sam Jatisrono Wonogiri, Rasanya Enak dan Segar

“Hampir setiap akhir pekan, selalu ada rombongan wisatawan lokal yang mengunjungi Desa Ngrombo. Mereka disuguhi sega guwakan dan wedang jahe sebagai minuman untuk menghangatkan badan,” ujar seorang anggota PKK Desa Ngrombo, Parwanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya