SOLOPOS.COM - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim. (Suara.com)

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim, mengungkapkan alasan menerbitkan aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus.

Kemendikbud Ristek mengeluarkan Permendikbud Ristek No.30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Aturan tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak. Padahal menurutnya aturan tersebut bisa menjadi pegangan bagi korban kekerasan seksual di kampus.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca Juga : Dukung Permen Nadiem, Menag Yaqut: Korban Kekerasan Seksual Bersuara

Nadiem menyampaikan sejumlah alasan sehingga lahir Permendikbud Ristek yang menuai pro dan kontra itu. Dia menyampaikan saat acara Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual secara virtual, Jumat (12/11/2021).

Ekspedisi Mudik 2024

Dilansir dari Suara.com, berikut alasan Nadiem menandatangani aturan tersebut pada Selasa (31/8/2021):

1. Beberapa Undang-Undang (UU) mengatur kekerasan seksual, tetapi tidak ada yang spesifik ditujukan bagi lingkungan perguruan tinggi.

Nadiem mencontohkan UU Perlindungan Anak. Aturan itu ditujukan bagi anak di bawah usia 18 tahun. Ada juga UU mengatur kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Legislasi itu ditujukan untuk kekerasan di lingkungan rumah tangga.

Ada juga, kata dia, UU mengatur tindak pidana perdagangan orang. Aturan itu ditujukan bagi sindikat perdagangan manusia. “Jadi ada kekosongan [aturan] di atas udia 18 tahun. Belum atau tidak menikah dan tidak terjerat dalam sindikat perdagangan manusia. Dan kampus ini masuk di dalam kotak itu,” kata Nadiem.

Baca Juga : Tuai Pro Kontra, Gusdurian Dukung Permen Nadiem Soal PPKS di Kampus

2. Nadiem melihat terdapat keterbatasan penanganan kasus kekerasan seksual apabila menggunakan KUHP.

Nadiem menyebut di dalam aturan tersebut tidak ada pemberian fasilitas khusus kepada korban. Kasus kekerasan seksual berbasis online, kata dia, tidak tertuang dalam KUHP. Padahal menurutnya civitas akademik dan tenaga pendidikan termasuk pengguna perangkat digital aktif.

Nadiem juga menyebut dampak psikologis yang dialami korban kekerasan seksual secara digital sama dengan korban kekerasan seksual secara langsung. “Jadi ini harus dimasukkan dan konsiderasi bahwa sekarang dunia teknologi. Bentuk-bentuk kekerasan seksual verbal non fisik dan secara digital itu juga harus ditangani segera,” tutur dia.

3. Nadiem mengungkapkan 4 tujuan besar di balik penerbitan Permendikbud Ristek No.30/2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Tujuan paling utama ialah memberikan fasilitas pendidikan yang aman. Kedua, kata dia, memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk bisa mengambil langkah tegas.

“Saat ini belum ada kerangka hukum. Banyak dosen dan rektor berbicara kepada saya mengenai masalah ini. Tapi, mereka kadang-kadang tidak tahu cara mengambil tindakan. Karena belum dikasih payung hukum yang jelas,” cerita dia.

Baca Juga : Puan Tanam Padi saat Hujan, Susi Pudjiastuti Beri Komentar Begini

Ketiga, lanjut dia, memberikan edukasi isu kekerasan seksual. Keempat, menjadi sarana kolaborasi kementerian dan kampus untuk menciptakan budaya akademik yang sehat sesuai dengan akhlak mulia.

“Sasarannya siapa? Semua Permen PPKS ini ruang lingkupnya siapapun. Walaupun itu pelaku ataupun korban. Kalau salah satu dari mereka itu ada di dalam lingkungan kampus [maka] Permen PPKS ini berlaku.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya