SOLOPOS.COM - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI yang dikomandoi Amien Rais bertemu Presiden Jokowi, Selasa (9/3/2021). (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo bersikukuh tidak akan membentuk tim pencari fakta kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam meskipun telah menerima Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan atau TP3 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (9/3/2021). Presiden Jokowi menyatakan sudah meminta Komnas HAM agar bekerja dengan penuh independensi terkait kasus penembakan yang menewaskan enam laskar FPI itu.

TP3 diwakili Amien Rais, K.H. Abdullah Hehamahua, K.H. Muhyiddin Junaidi, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Ahmad Wirawan Adnan, Mursalim, dan Ansufri Id Sambo. Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang mendampingi Presiden Jokowi saat membahas Presiden Jokowi kematian laskar FPI itu kepada pers menyampaikan bahwa Komnas HAM telah memberikan rekomendasi terkait kasus tersebut kepada pemerintah untuk kemudian dapat ditindaklanjuti.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

"Empat rekomendasi itu sepenuhnya sudah disampaikan kepada Presiden agar diproses secara transparan, adil, dan bisa dinilai oleh publik, yaitu bahwa temuan Komnas HAM yang terjadi di tol Cikampek Km. 50 adalah pelanggaran HAM biasa," ujarnya dikutip Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) dari laman Sekretariat Presiden, Selasa (9/3/2021).

Baca Juga: Menghayati Cerita Kehidupan Anak Penyintas Penyakit Langka di Harinya

Dia menegaskan bahwa Presiden Jokowi dan pemerintah sama sekali tidak ikut campur dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM terkait peristiwa tersebut, termasuk tidak pernah meminta agar Komnas HAM menyimpulkan hasil penyelidikannya. "Kita hanya menyatakan, kalau pemerintah membentuk [Tim Gabungan Pencari Fakta/TGPF] lagi-lagi dituding timnya orangnya pemerintah, timnya diatur oleh orang Istana, timnya orang dekatnya si A, si B. Oleh sebab itu, kita serahkan Komnas HAM,” imbuhnya.

Hal itulah yang dianggap sebagai alasan tak membentuk tim gabungan pencari fakta terkait peristiwa penembakan enam laskas FPI di Jalan Tol Jakata-Cikampek Km. 50. Diakui Mahfud bahwa pemerintah menyadari adanya dorongan publik agar pemerintah membentuk tim pencari fakta terkait kasus tersebut. “Ada yang minta pemerintah dibentuk [tim pencari fakta], ada yang tidak percaya pemerintah, jangan percaya pemerintah nanti itu bohong hasilnya,” katanya.

Lebih Percaya Komnas HAM

Namun karena itu pula, Presiden Joko Widodo memberi kewenangan kepada Komnas HAM untuk bekerja bebas termasuk memanggil siapapun untuk mendapatkan keterangan. Mahfud menyebut apabila pemerintah membentuk TGPF akan dituding tidak memberikan hasil yang adil seusai penyelidikan. Sebab itu, Komnas HAM dinilai lebih dipercaya untuk menyelidiki kasus tersebut.

Baca Juga: Ini Keunggulan Bengalore Penyebab Elon Musk Bikin Pabrik Tesla di India

“Kalau pemerintah membentuk [Tim Gabungan Pencari Fakta/TGPF] lagi-lagi dituding timnya orangnya pemerintah, timnya diatur oleh orang Istana, timnya orang dekatnya si A, si B. Oleh sebab itu, kita serahkan Komnas HAM,” tuturnya, "oleh karena itu kita serahkan ke Komnas HAM. Komnas HAM silakan selidiki, mau bentuk TGPF juga atas nama dibawah bendera Komnas HAM silakan, mana rekomendasinya kita lakukan.”

Selain itu, Mahfud juga menyinggung adanya tertawaan publik terkait enam laskar FPI dijadikan tersangka oleh Polisi. Kata dia, status tersebut hanya konstruksi hukum dan dijadikan tersangka sehari. Setelah itu kasus dinyatakan gugur. Berdasarkan temuan Komnas HAM, laskar FPI yang memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan dan membawa senjata. Mahfud menambahkan Komnas menemukan bukti senjata dan proyektil. “Bahkan di rekomendasi Komnas HAM itu ada juga nomor telepon orang yang memberi komando siapa,” tuturnya.

Lebih lanjut, pemerintah juga menyatakan sikap terbuka apabila terdapat bukti-bukti lain terhadap peristiwa tersebut dan sejauh ini, kata Mahfud, penyelidikan Komnas HAM yang sesuai dengan kewenangan undang-undang, tidak menemukan adanya bukti pelanggaran HAM berat.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya