SOLOPOS.COM - Ilustrasi inflasi atau deflasi. (wilsonrevunplugged.blogspot.com)

Inflasi Solo, Kota Solo mengalami deflasi pada Agustus.

Solopos.com, SOLO–Solo mengalami deflasi 0,25% pada Agustus yang didukung penurunan tarif angkutan umum setelah Lebaran. Capaian tersebut membuat inflasi Solo dari Januari hingga Agustus rendah, yakni 1,28%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Badan Pusat Stastik (BPS) Solo, R. Bagus Rahmat Susanto, mengungkapkan dari tujuh kelompok pengeluaran, tiga diantaranya mengalami penurunan harga, diantaranya bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

Namun berdasarkan tiga komponen pengeluaran, komponen inti dan volatile atau harga bergejolak mengalami penurunan sedangkan kelompok administered price atau harga yang ditentukan pemerintah naik 0,51% dan menyebabkan andil 0,08%.

“Deflasi bulan ini dipengaruhi tarif transportasi yang turun, seperti tarif transportasi udara, angkutan antarkota, dan kereta api yang biasanya turun setelah Lebaran. Daging ayam ras dan gula pasir juga mengalami penurunan harga,” ungkap Bagus di kantornya, Kamis (1/9/2016).

Inflasi bulan lalu dipengaruhi naiknya tarif listrik sekitar 2,02%. Tahun ajaran baru juga membuat biaya sekolah dari jenjang SD hingga SMA mengalamikenaikan. Cabai rawit, minyak goreng hingga rokok kretek filter juga tercatat mengalami kenaikan harga.

Capaian inflasi kali ini lebih rendah jika dibandingkan Agustus tahun lalu, yakni 0,19%. Solo tercatat menduduki posisi 29 secara nasional sebagai kota yang memiliki inflasi terendah dari 82 kota yang dihitung indeks harga konsumen (IHK). Sedangkan di Jateng menempati posisi empat dari enam kota.

Wakil Ketua Tim Pengendalian Infasi Daerah (TPID) Solo, Bandoe Widiarto, mengungkapkan harga berbagai komoditas dan kebutuhan masyarakat tidak mengalami lonjakan yang berarti. Pasokan barang dan permintaan masyarakat cenderung normal.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan ada keluhan dari beberapa pedagang, seperti pedagang telur ayam ras yang mengeluhkan disetopnya impor jagung. Padahal dari dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan jagung sehingga ada potensi harga pakan naik yang biasanya berimbas pada harga jual daging ayam ras maupun telur.

Selain itu, pedagang juga berharap ada kesamaan harga telur. Hal ini karena telur mengalami perubahan sebanyak tiga kali dalam sehari, yakni pagi, siang, dan sore.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya