SOLOPOS.COM - Y Bayu Widagdo, Wartawan SOLOPOS

Y Bayu Widagdo, Wartawan SOLOPOS

Saya sedang menyepi di sebuah kota kecil, ketika kabar baik itu muncul menjelang akhir pekan lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setelah 14 tahun selalu dinilai negatif akibat tergerus krisis ekonomi yang melanda Asia semenjak 1997, Indonesia kembali mendapat peringkat investasi dari lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings dari BB+ ke BBB-.

Fitch Rating, seperti halnya lembaga pemeringkat lain seperti Standard & Poor’s atau Moody’s Investor Services, pekerjaannya memang memberikan penilaian soal kelayakan kredit, kemampuan membayar kembali utang yang diterbitkan sebuah perusahaan, kota atau negara.

Ekspedisi Mudik 2024

Penilaian yang diterbitkan lembaga semacam ini menjadi acuan bagi kalangan investor  untuk membeli atau membuang surat utang yang diterbitkan perusahaan atau negara.

Sudah tentu untuk dapat memberikan penilaian objektif, lembaga pemeringkat seperti itu harus benar-benar independen dan tidak memiliki kepentingan apa pun.

Apa kata lembaga pemeringkat ini bisa membuat para pemimpin negara ketir-ketir, khususnya yang peringkatnya turun.

Beberapa bulan lalu misalnya, para pemimpin Uni Eropa mencak-mencak ke lembaga pemeringkat karena dinilai memperparah krisis ekonomi di kawasan itu, dengan menurunkan rating utang di sejumlah negara Eropa.

Tapi lupakan itu dulu. Mari kita cermati apa yang dikatakan Fitch soal Indonesia. Menurut Fitch Rating, peringkat Indonesia dinaikkan untuk utang jangka
panjang mata uang asing dan rupiah dengan prospek stabil. Untuk peringkat utang jangka pendek dalam bentuk valas dan rupiah dinaikkan ke level F3.

”Kenaikan peringkat itu mencerminkan kuatnya pertumbuhan ekonomi, rasio utang (terhadap produk domestik bruto/PDB) yang rendah dan terus menurun.

Selain memperkuat likuiditas, Indonesia juga telah menjalankan kerangka kebijakan makro yang berhati-hati,” tulis lembaga itu.

Sejak kenaikan peringkat ini, Fitch memproyeksikan pertumbuhan PDB rata-rata hingga 2013 akan mencapai lebih dari 6% per tahun, meski situasi
konomi global kurang kondusif.

Lembaga tersebut menilai pertumbuhan Indonesia yang kuat itu ditopang perekonomian domestik sehingga tidak terlalu bergantung ke pada
pembiayaan eksternal.

Namun begitu, prospek pertumbuhan ekonomi ini masih harus dibuktikan bisa  tahan terhadap guncangan luar, seperti yang terjadi pada 2008.

Sudah tentu berita baik dari Fitch Rating itu bagi sebagian kalangan disambut dengan penuh kegembiraan. Koran ekonomi terbesar, Bisnis Indonesia, mengangkatnya menjadi berita utama dengan judul Indonesia kembali naik kelas.

Pun presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono,  ikut berseri-seri pada Jumat pagi dan segera menggelar konferensi pers.

”Alhamdulillah setelah kita alami krisis yang luar biasa dulu, terutama melakukan perbaikan pada tahun-tahun ini, Indonesia meraih kembali tingkat investasi atau investment grade.”

Beliau pantas bersenandung riang dengan kabar dari Fitch itu. Bagaimana tidak? ”

Sesuatu yang 14 tahun kita perjuangkan, kini kita dapatkan kembali. Ini juga penting, kita tidak bisa mengklaim diri saya sendiri, diri kita sendiri. Indonesia tidak bisa mengklaim diri kita sendiri bahwa investasinya oke, ekonominya oke, kita juga harus mendengarkan apa yang dilihat dunia, terhadap negara kita.

Kita bersyukur, di tengah situasi perekonomian global yang kurang menentu saat ini ditambah terjadinya sejumlah krisis di beberapa negara, banyak negara yang justru diturunkan kredit rating-nya seperti AS sendiri,  Eropa bahkan ada enam bank bertaraf global yang juga diturunkan peringkatnya.

Untuk itu, kita bersyukur dan gembira kita justru  mendapatkan kenaikan pangkat ini,”celoteh Pak BeYe panjang lebar.

Ya, sudah sewajarnya kita juga ikutan senang dengan kabar kenaikan pangkat Indonesia itu.

Investasi
“Kalau sudah naik kelas, njur ngapa? Apa urusannya dengan kita yang ada di Sumber ini,”tanya Mas Suto, saat wedangan dengan saya sembari mendengar siaran radio.

“Betul, Mas…mungkin tidak ada urusannya langsung dengan kita-kita ini yang ada di daerah. Tapi kata orang-orang pintar itu, begitu naik kelas, katanya kita akan lebih gampang mengundang investor. Dengan naik kelas, investor gampang cari modal dengan menerbitkan dan menjual saham atau obligasi lantas mau buka hotel, mal atau pabrik di sini,”kata saya.



Belum naik kelas pun, investasi di wilayah ini sudah cukup banyak. Lihat saja di Solo pekan lalu. Sebuah mal baru sudah soft-launching dengan sejumlah tenant papan atas. Belum lagi jumlah hotel baru yang akan dibangun di kota ini dikabarkan mencapai 19 unit.

”Ya ada 19 hotel. Bukan dibatasi, tapi kami kendalikan,”ujar Pak Jokowi, beberapa waktu lalu. Secara rinci, Pak Wali menyebut beberapa hotel yang segera masuk Solo itu adalah hotel dari jaringan hotel berkelas dunia. Masuknya jaringan hotel kelas dunia ini diharapkan akan mempermudah pencapaian target investasi di Kota Solo selama 2012, yang ditargetkan bisa mencapai Rp 4 triliun-Rp 5 triliun.

Bila angka investasi itu terealisasi, tentunya tidak hanya Pak Jokowi yang tersenyum, warga pun akan ikut merasakan dampak positifnya dengan semakin banyak lapangan kerja.

“Jadi setelah Indonesia naik kelas, investasi di Solo langsung bisa gampang bertambah gitu…?”kejar Mas Suto.”Lha apa investor tidak ngetung jalan yang bolong-bolong itu? Juga aneka setoran untuk petugas?” Betul juga Mas Suto.

Fitch pun mengingatkan masih ada beberapa persoalan struktural yang harus diselesaikan Indonesia. ”Masalah yang memengaruhi iklim usaha, termasuk infrastruktur fisik yang buruk dan korupsi, tetap harus diselesaikan,”tegas Fitch.

”Dua soal itu belum beres, ini lagi kok muncul perusakan tempat ibadah. Gimana mau nyaman investasi kalau orang mau beribadah saja merasa tidak aman? Soal kayak gini diurusi si-Fitch tidak?”Mas Suto kian nyerocos.

Mbuh, Mas…Biar itu nanti diurus bapak-bapak yang berkompeten,”kata saya, seraya minta pamit karena hujan turun.

Saya masih terngiang-ngiang perkataan Pak Beye.”Ini adalah momentum dan tidak boleh disia-siakan baik oleh pemerintah, policy makers, Gubernur BI, perbankan, dunia usaha, pemerintah pusat dan daerah, untuk tidak menyia-nyiakan momentum ini agar tahun mendatang lebih bagus lagi kinerja perekonomian nasional.”

Momentum. Tapi juga terngiang-ngiang omongan Mas Suto.”Njur ngapa…?”

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya