SOLOPOS.COM - Aktivitas pekerja saat uji coba operasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kompleks TPA Putri Cempo, Mojosongo, Jebres, Solo, Selasa (28/6/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Jawa Tengah mengungkapkan sejumlah dampak negatif terhadap lingkungan dari operasional PLTSa di TPA Putri Cempo Solo. Dampak negatif itu tercantum dalam analisis mengenai dampak lingkungan PLTSa yang diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo.

Selain menyoroti dampak lingkungan, Walhi Jateng juga mempertanyakan energi yang dihasilkan PLTSa sebesar 10 Mega Watt (MW). Dalam Focus Group Discussion (FGD) dan bedah Adendum ANDAL dan RKL RPL Pengelolaan TPA Putri Cempo dan Rencana Pembangunan PLTSa, Selasa (2/8/2022), Walhi Jateng mempertanyakan sistem operasional dari PLTSa yang diklaim ramah lingkungan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dalam amdal yang diterbitkan DLH Solo, Walhi menyebut terdapat sejumlah dampak lingkungan yang berpengaruh negatif terhadap sekitar kawasan TPA Putri Cempo. Menurut Walhi Jateng, dampak yang paling terasa adalah penurunan kualitas udara atau baku mutu udara ambien.

Hal itu tertulis dalam amdal PLTSa Putri Cempo. Walhi Jateng menekankan butuh sosialisasi apabila ada penurunan baku mutu udara ambien, karena akan sangat berpengaruh terhadap kualitas udara yang dihirup masyarakat sekitar.

 Walhi Jateng juga menyoroti bagaimana dalam amdal yang mereka terima DLH Kota Solo seolah meremehkan dampak dari penurunan baku mutu udara ambien. Solusi dari DLH Kota Solo terkait penurunan kualitas udara tersebut hanya dengan menanam pohon trembesi. Hal itu dinilai tidak efektif.

Baca Juga: 3 Hari Walhi Jateng Bedah Amdal PLTSa Putri Cempo Solo, Ada Apa?

Selain itu Walhi Jateng meyakini adanya Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) yang merupakan sisa hasil pembakaran sampah akan mengancam. Meskipun menggunakan metode modern pembakaran sampah di PLTSa Putri Cempo juga masih akan mempengaruhi kondisi udara di sekitarnya.

Hasil Pembakaran Energi

Menariknya, menurut Walhi Jateng, pemasangan alat pengukur indikator udara hanya akan dipasang di lokasi PLTSa. Sedangkan yang dibutuhkan adalah di wilayah sekitar PLTSa Putri Cempo, Solo, bukan hanya di lokasi tapaknya saja.

Klaim hasil pembakaran energi sebesar 10 MW dari PLTSa Putri Cempo juga masih belum meyakinkan menurut Walhi Jateng. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membandingkan dengan PLTSa Benowo di Surabaya.

Baca Juga: Listrik Dari PLTSa Putri Cempo Solo Bakal Dibeli PLN, Segini Harganya

PLTSa Benowo menghasilkan kurang lebih 1.000 ton sampah per hari, namun hanya bisa menghasilkan listrik 6 MW. Asumsi bahwa PLTSa Putri Cempo mengolah 550 ton sampah maka sangat tidak mungkin bisa memenuhi target 10 MW per hari.

Selain itu, operasional mesin selama 24 jam dalam 365 hari juga sulit terwujud, karena mesin pengolah PLTSa Putri Cempo Solo juga perlu waktu untuk perawatan. Hal itu akan mengurangi omzet atau pendapatan Rp4,2 miliar yang dijanjikan PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP).

Diberitakan sebelumnya, Sekda Solo, Ahyani menyebut PLTSa Putri Cempo nantinya akan membutuhkan total 550 ton sampah per hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kemungkinan impor sampah dari daerah sekitar Solo akan dilakukan, karena Putri Cempo hanya menghasilkan 300 ton sampah setiap harinya.

Baca Juga: Penuhi Kebutuhan PLTSa Putri Cempo, DLH Solo Siap Impor Sampah 10 Tahun

“Kami butuh 550 ton sampah, oleh karena itu, kami sedang berkomunikasi dengan daerah lain agar sampah-sampah dari daerah sekitar tidak perlu dibuang ke TPS tetapi langsung ke TPA Putri Cempo untuk kita olah,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya