SOLOPOS.COM - Wisawatan berfoto di Pantai Karangbolong, Kebumen, Jateng, Rabu (5/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Solopos.com, KEBUMEN — Pantai Karang Bolong di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah  merupakan pantai landai berpasir yang cukup luas dan dibatasi perbukitan. Bukit yang cantik itu  tersusun oleh batuan sedimen plastik yang berasal dari aktivitas gunung api purba pada jutaan tahun lalu.

Dilansir dari kebumen.go.id, Rabu (12/1/2022), pasir yang berwarna kelabu dan bertekstur halus-kasar ini konon bersumber dari batuan tersebut. Sapuan ombak besar yang membentur dinding perbukitan menghasilkan energi yang cukup untuk mengikis, mengangkut, dan mengendapkan kembali butiran batuan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Derajat pelapukan yang tinggi di kawasan ini mempercepat proses abrasi tersebut. Masih dalam satu tempat, terdapat singkapan breksi lahar yang berada di pinggir pantai yang mengalami pengikisan hingga menghasilkan bentukan abrasi yang unik.

Pantai Karang Bolong yang berlokasi di Desa Karangbolong, Kecamatan Buayan ini memiliki potensi arus balik yang kuat sehingga merupakan kawasan yang berbahaya bagi wisatawan yang ingin berenang. Meskipun tidak bisa berenang di sana, pengunjung bisa melakukan kegiatan lainnya yang juga menghibur, seperti memancing.

Baca juga: Jejak Gunung Api Purba di Pantai Menganti, Cikal Bakal Pulau Jawa

Kisah Geologi dan Mitos Goa Karang Bolong

Wisawatan menikmati suasana Pantai Karangbolong di Kebumen, Jateng, Rabu (5/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)
Wisawatan menikmati suasana Pantai Karangbolong di Kebumen, Jateng, Rabu (5/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Di kawasan pantai ini juga terdapat Goa Karang Bolong yang terletak di sisi timur. Goa ini memiliki lorong panjang yang terbentuk dari lapisan breksi lahar yang terkekarkan. Dengan panjang ukuran mencapai 30 meter dan lebar 10 meter serta tinggi 5 meter, Goa Karang Bolong memiliki breksi yang dikenal sebagai formasi gabon yang berumur Oligo-Miosen atau antara 30-15 juta tahun yang lalu dan tersingkap bersama-sama dengan sisipan batu pasir dan batu lempung.

Sementara itu, pembentukan Goa Karang Bolong dipengaruhi oleh reruntuhan yang terjadi di sepanjang batas bidang antara breksi dengan batu pasri atau batu lempung. Lubang peruntuhan akan semakin besar karena lapisan batuan yang menggantung di atas lubang selalu runtuh akibat beratnya. Proses itu juga dipicu oleh kekar-kekar yang ada yang kehadirannya memperlemah daya ikat antar komponen batuan.

Proses pembentukan goa ini juga teramati, baik dari ujung timur dan selatan goa di mana pada skala kecil terjadi reruntuhan batuan di sepanjang batas lapisan yang berbeda. Karena bukan batu gamping, maka di dalam Goa Karangbolong ini tidak dijumpai ornamen.

Baca juga:Penambangan Liar Ancam Kelestarian Geopark Karangsambung

Selain memiliki kisah geologis yang menarik, Goa Karang Bolong di pantai ini juga memiliki mitos yang menarik pula. Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui kanal Youtube, mitos yang ada di Goa Karang Bolong ini terjadi pada masa Kerajaan Mataram Islam. Saat itu, istri dari Sultan Mataram Islam jatuh sakit dan tidak ada satupun tabib yang bisa menyembuhkan penyakitnya.

Hingga akhirnya sang Sultan menyepi ke sebuah hutan untuk bertapa. Dalam pertapaannya, sang Sultan mendapat bisikan gaib bahwa yang bisa menyembuhkan penyakit sang permaisuri adalah bunga karang yang ada di goa dekat Pantai Karang Bolong. Kemudian sang Sultan memerintahkan salah satu penasihat spiritualnya, yaitu Kyai Surti untuk mencari obat tersebut.

Setibanya di Pantai Karangbolong, Kyai Surti bertapa di goa yang dekat dengan pantai itu. Dalam pertapaannya, Kyai Surti didatangi salah satu pengikuti Nyi Roro Kidul yang bernama Dewi Suryawati. Sang pengikut Nyi Roro Kidul itu memberikan penawaran obat yang Kyai Surti cari namun dengan persyaratan bahwa Kyai Surti harus menikahinya.

Baca juga:Asale Kebumen, Dulu Menyatu dengan Cirebon

Karena Kyai Surti memiliki jiwa pengabdian tinggi kepada sang Sultan, tanpa pikir panjang, Kyai Surti menerima tawaran Dewi Suryawati tersebut. Kemudian Dewi Suryawati memberikan sarang burung walet sebagai obat penawar sakit yang diderita sang permaisuri.

Singkat cerita, Kyai Surti kembali ke kerajaan untuk memberikan obat penawar tersebut dan lambat laun,kondisi kesehatan permaisuri berangsur membaik hingga akhirnya pulih. Menepati janjinya, Kyai Surti kembali ke pantai Karangbolong untuk menikah dengan Dewi Suryawati. Mereka berdua kemudian tinggal di Pantai Karang Bolong sebagai penjaga goa.

Karena mitos ini, terdapat ritual yang sudah dilakukan masyarakat setempat secara turun-temurun saat akan berternak dan memanen sarang burung walet yang ada di goa tersebut. Ritual itu berupa acara unduh berupa pertunjukan wayang dan diakhiri dengan kenduri dan tayuban. Dalam acara pertunjukan wayang tersebut, sang dalang akan membacakan mantra yang ditujukan kepada Nyi Roro Kidul, Dewi Suryawati, Kyai Surti dan beberapa nama lainnya.

Baca Juga: Tenang! Tol Jogja-Bawen Tak Bikin Kampung Terisolasi

Dalam menjalankan ritual ini, tokoh yang dimainkan dalang tidak boleh ada yang meninggal karena akan mendatangkan musibah bagi para pemilik ternak dan pemetik sarang burung walet. Ritual ini telah secara turun temurun berlangsung dan menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan yang mengunjungi pantai Karangbolong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya