SOLOPOS.COM - Panen padi petani Desa Teja Barat, Pamekasan, di tengah musim kemarau 2015, Senin (7/9/2015), (JIBI/Solopos/Antara/Saiful Bahri)

Impor beras menjadi kontroversi mengingat pemerintah sudah menyatakan stok beras aman hingga akhir tahun.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebut kesepakatan impor beras antara pemerintah Indonesia dan Vietnam sebanyak 1 juta ton dilakukan hanya untuk berjaga-jaga apabila El Nino terus berlanjut sehingga menyebabkan musim tanam mundur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kesepakatan ditempuh sejak awal karena ketersediaan beras di pasar internasional mulai menipos. Dengan kesepakatan tersebut, pemerintah memiliki fleksibilitas untuk mendatangkan beras tersebut saat benar-benar dibutuhkan.

“Oleh karena itu kami akan menjaga standing crop sebanyak 4,1 juta hektare yang sebagian besarnya berada di Kalimantan dan Sumatera. Di Jawa juga masih banyak panen. Di Jabar misalnya masih ada 350.000 hektare yang siap panen sampai Desember ini,” kata Amran di Jakarta, Selasa (20/10/2015).

Sedikitnya dalam dua pekan terakhir sejak rencana impor beras diembuskan, harga gabah di tingkat petani di berbagai daerah dilaporkan anjlok. Di sisi lain, pedagang Pasar Induk Beras Cipinang pun meminta pemerintah mengkaji kembali rencana impor beras karena volume 1 juta ton dinilai terlalu besar.

Amran Sulaiman mengakui El Nino memang telah menganggu produksi padi dan menyebabkan ratusan ribu hektare lahan petani mengalami gagal panen (puso). Kendati demikian, di beberapa daerah hujan masih terus berlanjut turun. Apalagi, kini ada 1 juta hektare lahan sawah yang dialiri air irigasi.

Kementerian Pertanian juga mencatat El Nino tahun ini yang merupakan yang terparah sepanjang sejarah 1998 lalu. Pada 1998, Indonesia mengimpor beras hingga 7,1 juta ton. Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengakui perdebatan impor beras setiap musim kemarau tiba memang merupakan dampak dari manajemen stok dan perhitungan cadangan beras yang belum tertata rapi.

“Surplus beras masih terhitung 9-10 juta ton tanpa memperhitung stok. Memang harus dihitung berapa yang di pedagang, yang di pasar, yang di rumah tangga, itu semuanya harusnya kita hitung,” kata Hasil.

Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu, mengatakan sebagai operator yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan impor beras, kebijakan tersebut direalisasikan jika telah mendapat perintah dari Kemenko Perekonomian.

“Penjajakan sudah dilakukan, tunggu perintah pemasukan. Tapi ini kan cadangan, negara-negara produsen juga harus bersiap. Di luar negeri juga tidak mudah [mencari beras], karena China menyerap beras juga dari negara-negara produsen,” kata Wahyu.

Wahyu mengakui saat ini Bulog hanya dapat menyerap sedikit, sekitar 6.000-7.000 ton per hari dan stok di pasar justru melimpah. Hal ini dikarenakan pasar dapat menyerap dengan lebih baik, sedangkan Bulog harus membeli lebih rendah untuk melakukan stabilisasi harga. Padahal, saat musim kering seperti ini harga gabah di tingkat petani terbilang tinggi.

Sampai akhir tahun, stok Bulog dari skema PSO (public service obligation) diprediksi hanya mampu mencapai 1,1 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya