SOLOPOS.COM - Warga memasang atap saat mendirikan bangunan liar di kompleks permakaman Bong Mojo sisi barat, Jebres, Solo, Rabu (13/7/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Fenomena hunian liar maupun jual beli kaveling lahan milik pemerintah di Kota Solo sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Hal itu tidak lepas dari faktor urbanisasi yang cukup masif di Kota Solo. Urbanisasi itu membuat kebutuhan lahan semakin meningkat pesat.

Sedangkan terjadinya urbanisasi tidak lepas dari peluang atau kesempatan bekerja. Apalagi Kota Solo gencar menggaet investor untuk menjalankan bisnis dan menyediakan banyak lapangan pekerjaan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Faktor penarik ini, yang secara tidak langsung membuat permukiman liar bermunculan, seperti yang terjadi di kawasan makam Bong Mojo, Jebres. Kepala Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Winny Astuti, faktor urbanisasi, menjadi pendorong utama menjamurnya hunian liar di perkotaan.

“Kota Solo kini menjadi salah satu tujuan untuk bekerja. Para pekerja yang datang ini hanya bermodalkan ijazah tanpa adanya persiapan, kemudian tergiur dengan adanya penawaran lahan murah, meskipun mereka tahu hal tersebut ilegal,” ulasnya saat ditemui Solopos.com, Kamis (28/7/2022).

Mengenai adanya tanah milik Pemkot Solo yang diperjualbelikan, Winny menyebut hal itu karena ada sejumlah pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan tingginya permintahan lahan dengan harga murah. Mereka yang mengambil peluang tersebut.

Baca Juga: Penertiban Hunian Bong Mojo Solo Kian Dekat, Pekan Depan Sosialisasi

Mereka sebenarnya sadar hal tersebut dilarang. Tetapi, karena banyaknya permintaan, jual beli lahan secara ilegal untuk membangun hunian liar di Solo tidak terhindarkan. “Squatter settlement atau pemukiman liar, tidak bisa dipungkiri, juga karena ada beberapa pihak yang mengambil kesempatan di situasi ini, karena banyaknya warga yang pindah ke Kota Solo, untuk bekerja, menciptakan kebutuhan akan lahan,” lanjutnya.

Korban Sekaligus Pelaku

Di sisi lain, Winny mengatakan harga tanah terus melambung hingga tidak terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. “Pihak-pihak ini melihat peluang untuk menjual kaveling milik Pemkot atau lahan-lahan yang tidak diawasi dengan baik, untuk diperjualbelikan,” ujarnya.

Menurut Winny, pembeli lahan juga bisa menjadi korban atau pun pelaku dari pemukiman liar ini. Bagaimana pun mereka turut serta mempromosikan lahan-lahan ilegal tersebut untuk diperjualbelikan.

Baca Juga: Gibran Usut Pelaku hingga Beking Jual Beli Lahan Bong Mojo Solo

“Warga menjadi korban jual beli lahan karena mereka membayar ke pihak tersebut. Tetapi, warga juga bisa menjadi pelaku, karena mengiming-imingi kolega atau saudara mereka untuk membeli lahan di tempat yang tanpa legalitas. Jadi Pemkot Solo harus tegas dalam hal ini,” ujar Winny.

Seperti diketahui, hunian liar di kawasan makam Bong Mojo, Jebres, Solo, belakangan ini menjadi sorotan, terutama saat pemerintah hendak membongkar ratusan makam yang tersisa di lahan HP 62 dan HP 71 itu untuk membangun sejumlah fasilitas umum. Pemkot mendapati ada ratusan hunian liar di kawasan tersebut.

Lebih parah lagi, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan ternyata lahan milik Pemkot Solo di kawasan itu diperjualbelikan secara ilegal. Gibran menegaskan akan menertibkan ratusan hunian liar tersebut dan menyelesaikan masalah jual beli lahan hingga ke ranah hukum.

Baca Juga: Jual-Beli Tanah Bong Mojo, DPRD Solo: Bisa Ambil Jalur Hukum

Informasi terakhir, Pemkot telah menyelesaikan pendataan warga pemilik hunian liar di kawasan Bong Mojo dan tengah menyiapkan sosialisasi untuk penertiban bangunan. Sosialisasi rencananya digelar pekan depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya