SOLOPOS.COM - ATAP RUSAK—Sejumlah siswa di SDN Caturtunggal IV Depok Sleman belajar di bawah tiang penyangga tambahan. Foto diambil akhir pekan lalu (HARIAN JOGJA/JOKO NUGROHO)

ATAP RUSAK—Sejumlah siswa di SDN Caturtunggal IV Depok Sleman belajar di bawah tiang penyangga tambahan. Foto diambil akhir pekan lalu (HARIAN JOGJA/JOKO NUGROHO)

Kelas di SD Caturtunggal IV Depok Sleman sekilas nampak seperti ruang di sekolah lainnya. Bangku-bangku terjajar rapi, lantai kelas berwana putih masih nampak baru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di tengah ruangan berdiri dua tiang penyangga. Namun, tiang penyangga itu bukan berasal dari beton melainkan bambu. Tiang penyangga itu bukan bagian dari bangunan, melainkan untuk menyangga atap agar tidak roboh.

Meski berbahaya, siswa-siswa di SD tersebut tetap menjalankan aktivitas kesehariannya.  Marliana Indah siswa kelas V-A SD Caturtunggal IV, Depok, Sleman terlihat sedang menyapu lantai ruang kelasnya seusai pelajaran pada akhir pekan lalu. Meskipun sudah disapu, kotoran di lantai masih saja terlihat, khususnya serbuk kayu yang keropos dari atap.

“Senang saja kalau pas piket, bisa bersihin ruangan sebelum dan sesudah pelajaran. Tapi ditinggal lima menit sudah kotor lagi karena kayu di bagian atap keropos,” komentar Lina sembari melanjutkan menyapu.

Lina mengaku masih nyaman belajar di ruang kelas V-A meskipun kayu penyangga bagian atap sudah ada beberapa yang keropos. Sedangkan untuk mengantisipasi, pihak sekolah hanya memberikan bambu petung sebagai penyangga agar atap tidak roboh.

“Kalau sudah biasa ya nyaman juga kok untuk belajar. Tapi kadang takut juga kalau sewaktu ada angin kencang di atas sering terdengar bunyi kretek-kretek,” tandas Lina.

Kepala Sekolah Sutiyono membenarkan jika hujan deras diiringi angin kencang sejumlah atap di SD Caturtunggal IV memang selalu mengeluarkan bunyi. “Kalau hujan bunyi kretek-kretek, siswa lari keluar kelas. Mau bagaimana lagi karena memang ruangnya kurang,” katanya.

Sutiyono menambahkan bukan hanya ruang kelas V-A SD Caturtunggal saja yang keadaannya rusak. Masih ada tiga ruangan lagi yang harus ditopang dengan bambu untuk menahan kuda-kuda bagian atap agar tak roboh, yakni ruang guru, VI-A dan VI-B.

“Salah satunya, ruang kelas VI-B terpaksa tak lagi digunakan untuk proses belajar siswa karena kondisi atap rusak parah. Sedangkan tiga ruang lainnya tetap dipakai beraktivitas karena tak ada pilihan lain,” ujar Sutiyono.

Sejak lebih 10 tahun lalu, SD Caturtunggal IV dalam keadaan rusak. Padahal, sekolah ini berada di wilayah Kecamatan Depok yang menjadi penyangga ekonomi Kabupaten Sleman dan berada di belakang Ambarrukmo Plaza yang megah.

Sutiyono mengaku untuk mengakali agar sekolah tetap bisa menjalankan aktivitas belajar dengan menerapkan sistem split untuk kelas I dan II, ada jam pagi dan siang. Sutiyono berencana merehab gudang berukuran 4 X 8 meter yang tak terpakai untuk dijadikan dua kelas.

Hingga kini, Sutoyono mengaku telah mengajukan proposal bantuan dana untuk renovasi tapi belum mendapatkan respons. “Sudah berulang-ulang kami ajukan. Tapi belum terealisasi,” ungkap Sutiyono yang mengaku sudah ada surat rencana rehab ruang kelas rusak pada Maret 2012.

Salah seorang guru, Sarjudi mengatakan SD Caturtunggal IV ini idealnya ada 12 kelas. Namun sejak pertama pembangunannya pada 1980-an, sekolah ini hanya tersedia sembilan kelas.

“Kami pernah minta tambah dan mengusulkan membangun ruang bertingkat tapi belum pernah diloloskan. Sekolah ini sebenarnya pernah menerima dana alokasi khusus (DAK), namun digunakan untuk membangun perpustakaan dan rehab sebagian ruang kelas,” lanjut Sarjudi.(Harian Jogja/Joko Nugroho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya