SOLOPOS.COM - Rumah warga terdampak banjir di Kabupaten Madiun pada Kamis (16/12/2021). (Okezone.com)

Solopos.com, MADIUN — Bencana banjir menerjang 21 desa di 5 kecamatan di Kabupaten Madiun, Kamis (23/12/2021).

Data yang dihimpun Solopos.com, jaringan Solopos.com, lima kecamatan yang diterjang banjir, yaitu Kecamatan Madiun, Balerejo, Wonoasri, Wungu, dan Mejayan. Selain lima kecamatan itu, banjir juga melanda dua kecamatan lain sebelumnya, yaitu Kecamatan Pilangkenceng dan Saradan pada Kamis (16/12/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bencana banjir di sejumlah kecamatan di Kabupaten Madiun itu diduga karena hujan deras mengguyur wilayah itu. Namun, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Madiun menyampaikan masih ada faktor lain yang menyebabkan banjir.

Baca Juga : Cerita Kakek 79 Tahun Penjual Burger Keliling di Sleman

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Madiun, Muhamad Zahrowi, mengatakan bencana banjir yang melanda Madiun karena curah hujan sangat tinggi. Selain hujan deras, dia menyampaikan beberapa faktor lain yang membuat banjir meluas ke beberapa kecamatan.

Faktor lain itu, kata Rowi, adanya penyempitan dan pendangkalan hampir di semua sungai di Madiun. Selain itu, perilaku masyarakat masih membuang sampah di sungai juga menjadi penyebab sungai tidak berfungsi optimal.

Rowi menyebut hal-hal tersebut membuat air hujan dan kiriman dari hulu tidak bisa tertampung dan meluber ke permukiman. “Kemarin memang hujannya cukup deras. Di hulu juga terjadi hujan deras sedangkan di sungai terjadi pendangkalan dan penyempitan,” jelasnya Sabtu (25/12/2021).

Baca Juga : Nataru, Jangan Coba-Coba Pakai Knalpot Brong di Solo Biar Ga Nyesel

Rowi menuturkan bencana banjir di Pilangkenceng dan Saradan pada Kamis pekan lalu karena hujan deras di wilayah hulu, yaitu Gunung Pandan dan lereng Gunung Wilis wilayah timur. Selain itu, bencana banjir di lima kecamatan pada Kamis (23/12/2021) karena hujan deras mengguyur hampir di seluruh wilayah Madiun dan hulu, yakni kawasan Gunung Wilis.

“Sungai itu kan di kanan dan kiri banyak tanaman bambu. Itu kalau ada yang roboh masuk ke sungai dan ada tunas baru membuat penyempitan sungai. Air kiriman dari hulu juga membawa material yang membuat sedimen di sungai sehingga terjadi pendangkalan,” terangnya.

Rowi mengklaim pemerintah sudah berusaha melakukan normalisasi sungai. Tetapi dia mengakui bahwa belum semua sungai dilakukan normalisasi. Rowi juga mengimbau masyarakat supaya tidak lagi membuang sampah di sungai.

Baca Juga : Terungkap! Anggota TNI Pelaku Tabrak Lari di Nagreg Kasi Intel Korem

Lebih lanjut, Rowi menegaskan penanganan banjir tidak bisa dilakukan hanya dari hilir saja. Penanganan banjir juga harus dilakukan di kawasan hulu. Untuk itu, lanjut dia, konservasi alam di kawasan hulu atau pegunungan juga perlu dilakukan.

“Di wilayah hutan jangan hanya dieksploitasi saja. Keseimbangan alam juga harus dijaga. Misalnya, penanaman tumpangsari. Tanaman produktif dicampur tanaman mitigasi, seperti penanaman akar wangi dan lainnya,” terang Rowi.

Ia juga meminta masyarakat lebih waspada. Sesuai prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan bakal terjadi Januari dan Februari 2022. Pada bulan itu, katanya, frekuensi hujan deras akan lebih sering dibandingkan Desember.

Baca Juga : Pengusaha Cantik Solo ini Bicara soal Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf

“Jadi, masyarakat harus siap siaga menghadapi puncak musim hujan pada Januari dan Februari tahun depan. Persoalan bencana ini menjadi urusan bersama. Seluruh stakeholder harus bekerja sesuai fungsi dan kewenangan masing-masing.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya