SOLOPOS.COM - Ilustrasi UMK Boyolali. (Freepik.com)

Solopos.com Stories

Solopos.com, BOYOLALI – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Boyolali tegas menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 yang digunakan untuk penetapan upah minimum kabupaten pada 2023.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka akan membayar karyawan sesuai hitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yaitu bertambah Rp42.000.

Ketua Apindo Boyolali, Imam Bahri, mengatakan sesuai arahan Apindo Pusat, maka akan ada pengajuan judicial review Permenaker 18/2022 ke Mahkamah Agung.

Ia mengatakan secara hierarki, Permenaker 18 Tahun 2022 berada di bawah PP 36 Tahun 2021. Selain itu, Permenaker tersebut dianggap menyimpang dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) Nomor 11 Tahun 2020 dan produk turunannya yaitu PP 36 Tahun 2021.

“Kami akan menunggu putusan MA, misal diterima maka PP 36 yang akan dipakai. Kalau ditolak, kami harus menghargai keputusan MA. Kalau belum dinyatakan menang atau kalah, diterima atau ditolak, maka upah yang akan digunakan adalah berdasarkan PP 36,” jelasnya kepada Solopos.com, Sabtu (3/12/2022).

Baca juga: Walah, Ternyata Masih Ada Perusahaan di Kudus Gaji Karyawan di Bawah UMK 2022

Imam menjelaskan selama keputusan dari MA belum final, maka karyawan akan dibayar sesuai hitungan Apindo Boyolali yaitu bertambah Rp42.000. Namun, jika judicial review Permenaker 18/2022 dari Apindo kalah, maka pengusaha akan membayar sisanya kepada karyawan.

Imam mengungkapkan para pengusaha sebenarnya menghendaki PP 36/2021 yang digunakan. Namun, ia tetap menyadari jika Pemerintah memakai Permenaker dalam penetapan upah minimum 2023

“Hanya, itu akan menjadi catatan tersendiri, termasuk kedudukan hukumnya harus menjadi perhatian serius,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan jika tetap menggunakan aturan Permenaker 18/2022, maka akan berdampak pada kondisi perusahaan. Ia juga mengungkapkan saat ini sudah ada beberapa karyawan kontrak yang habis masa kerjanya langsung dipotong.

Selain itu, ada pula yang dirumahkan, dan beberapa perusahaan yang mengurangi jam kerja serta meniadakan jam lembur. Imam mengungkapkan usaha-usaha tersebut digunakan agar perusahaan tidak collapse.

Baca juga: Pembahasan UMK Solo 2023 Belum Kelar, Apindo Tunggu Rapat Dewan Pengupahan

“Kemarin Pak Muhadjir Effendy [Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan] mendukung langkah Apindo untuk menerapkan fleksibilitas pengaturan jam kerja untuk menghindari pemutusan karyawan,” jelasnya.

Imam sendiri mengungkapkan Menko PMK tersebut telah meminta Menteri Tenaga Kerja untuk membuat payung hukum terkait fleksibilitas jam kerja. Ia berharap, jika nanti Permenaker terkait fleksibilitas jam kerja dikeluarkan maka akan menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Harapan saya sendiri sebagai pengusaha semoga resesi global cepat berakhir jadi dunia usaha harus terjaga, kemudian order produksi segera normal, tidak ada PHK karyawan, dan perusahaan manufaktur bangkit kembali,” jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kabupaten Boyolali mengusulkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Boyolali sebesar Rp2.155.712,29 pada 2023, atau naik sebesar 7,23 persen dibandingkan tahun 2022.

Kepala Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja (Diskopnaker) Boyolali, M. Arief Wardianta, menjelaskan usulan kenaikan UMK Boyolali 2023 tersebut berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, dengan nilai alfa 0,18.

Baca juga: Buruh Jateng Tuntut Upah Naik 10% pada 2022, Ini Tanggapan Apindo Solo

“Bapak Bupati sudah sepakat mengusulkan, dengan semua stakeholder baik perusahaan, pekerja, khususnya dua komponen ini. Akhirnya Bapak Bupati mengusulkan UMK tahun 2023 itu dengan nilai alfa sebesar 0,18. Dengan rentang kami 0,15 sampai 0,25,” kata dia saat ditemui di kantor, Jumat (2/12/2022).

Arief mengatakan Dewan pengupahan sudah melakukan rapat beberapa kali untuk memutuskan usulan UMK 2023. Rapat pleno terakhir dilakukan pada Selasa (29/11/2022) bertempat di aula rapat Diskopnaker, kurang lebih pukul 12.30 WIB sampai 15.00 WIB.

“Dalam rapat pleno itu kami tidak bisa mendapat sepakat. Jadi bila berdasarkan hitungan Permenaker 18 tahun 2022, itu ada beberapa komponen yang kami perhatikan, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan alfa. Alfa itu dilihat dari produktivitas kerja dan kesempatan kerja di Boyolali,” jelas dia.

Dalam rapat pembahasan UMK 2023, dewan pengupahan dari unsur pemerintah, meliputi diskopnaker bagian hukum, BPS, akademisi sepakat UMK 2023 mengacu pada Permenaker 18 Tahun 2022, dengan rentang alfa 0,15 sampai 0,25.

Kemudian, terdapat beberapa usulan dari dewan pengupahan unsur serikat. Arief mengatakan dari DPD KSPN, mengusulkan penetapan UMK 2023 sesuai dengan KHL (Kebutuhan Hidup Layak), tetapi bila memakai permenaker, KSPN meminta alfanya di angka 0,3.



Baca juga: Ada 30.000 Industri dan 250.000 UMKM Di Soloraya, Apindo Solo Ingin Cawali Gibran Lakukan Ini

Lalu dari Gaspindo PT Sariwarna, kata Arief, mengusulkan UMK 2023 ditetapkan sesuai Permenaker 18 Tahun 2022 dengan nilai alfanya minimal 0,15. Sementara, dari SPM PT SG Sambi, mengusulkan agar UMK Boyolali mengacu pada PP 36 Tahun 2021.

Kenaikan UMK 2023 sebesar 7,23 persen dari tahun sebelumnya diharapkan bisa mengakomodir semua kepentingan. Bila sudah diputuskan oleh Gubernur, kata Arief, Diskopnaker akan melakukan sosialisasi UMK 2023 kepada perusahaan-perusahaan di Boyolali.

“Dengan ini, harapannya di Boyolali jangan sampai ada PHK, kalau nanti pengaturan jam kerja, mangga silahkan sesuai dengan kewenangan manajemen perusahaan, tapi jangan sampai ada PHK,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya