SOLOPOS.COM - Mantan pevoli putri, Aprilia Manganang (Instagram/@manganang92).

Solopos.com, JAKARTA-- Mantan atlet voli putri nasional Aprilia Manganang dipastikan mengalami pergantian status dari perempuan ke laki-laki. Hal itu terungkap setelah KSAD TNI AD Jendral Andika Perkasa menyatakan bahwa Aprilia mengalami kelainan medis hipospadia.

Lantas, apa itu hipospadia? Dikutip Antaranews dari laman resmi pusat pengendalian dan pencegahan penyakit AS (CDC), hipospadia adalah cacat lahir pada anak laki-laki di mana pembukaan uretra (saluran yang membawa urin dari kandung kemih ke luar tubuh) tidak terletak di ujung penis.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Pada anak laki-laki dengan hipospadia, uretra terbentuk secara tidak normal selama pekan ke 8-14 kehamilan. Kondisi hipospadia pada setiap penderita bisa berbeda-beda. Pada beberapa kasus, lubang kencing ada yang terletak di bawah kepala penis, di batang penis, dan bahkan ada yang di skrotum atau buah zakar.

Baca Juga: Macho Banget! Potret Aprilia Manganang, Pevoli Putri Yang Dipastikan Pria

Anak laki-laki dengan hipospadia terkadang memiliki penis yang melengkung. Akibat letak lubang kencing yang tidak normal, anak dengan hipospadia akan memiliki masalah dengan percikan urin yang tidak normal, dan mungkin harus duduk untuk buang air kecil.

Pada beberapa anak laki-laki dengan hipospadia, testis belum sepenuhnya turun ke dalam skrotum. Jika hipospadia tidak ditangani dapat menyebabkan masalah di kemudian hari, seperti kesulitan melakukan hubungan seksual atau kesulitan buang air kecil saat berdiri.

Di Amerika Serikat, para peneliti memperkirakan ada 1 dari 200 bayi lahir dengan hipospadia -- menjadikannya salah satu cacat lahir yang paling umum.

Baca Juga: Ada Makna Di Balik Livery Batik Motor Balap Tim Pertamina Mandalika SAG

Penyebab dan Faktor Risiko

Penyebab hipospadia pada kebanyakan bayi tidak diketahui. Dalam kebanyakan kasus, hipospadia dianggap disebabkan oleh kombinasi gen dan faktor lain, seperti lingkungan ibu, atau makanan atau minuman ibu, atau obat-obatan tertentu yang dikonsumsi selama kehamilan.

Dalam beberapa tahun terakhir, peneliti CDC telah melaporkan temuan penting tentang beberapa faktor yang mempengaruhi risiko memiliki bayi laki-laki dengan hipospadia, di antaranya ibu yang berusia 35 tahun atau lebih dan dianggap obesitas memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.

Selain itu, perempuan yang menggunakan teknologi reproduksi untuk membantu kehamilan memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.

Baca Juga:  Profil Aprilia Manganang, Pevoli Putri Yang Kini Ditetapkan Sebagai Laki-Laki

Wanita yang mengonsumsi hormon tertentu sebelum atau selama kehamilan juga terbukti memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.

Hipospadia biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik setelah bayi lahir.

Perawatan untuk hipospadia tergantung pada jenis cacat yang dimiliki anak laki-laki tersebut. Sebagian besar kasus hipospadia memerlukan pembedahan.

Baca Juga: Masuk Grup Neraka, Gelandang Bhayangkara Solo FC Ini Justru Termotivasi

Jika diperlukan pembedahan, biasanya dilakukan saat anak laki-laki berusia antara 3-18 bulan. Dalam beberapa kasus, pembedahan dilakukan secara bertahap.

Tindakan yang dilakukan dalam operasi bisa saja termasuk menempatkan uretra di tempat yang tepat, memperbaiki lekukan di penis, dan memperbaiki kulit di sekitar pembukaan uretra. Karena dokter mungkin perlu menggunakan kulup untuk melakukan tindakan koreksi, bayi laki-laki dengan hipospadia sebaiknya tidak disunat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya