SOLOPOS.COM - JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri

JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri

KLATEN—Ratusan sopir truk pengangkut pasir dan batu (sirtu) dari lereng Gunung Merapi memilih ngetem atau berlama-lama memarkir kendaraan itu di pinggir Jl Jogja-Solo untuk menghindari razia yang digelar Dinas Perhubungan (Dishub) Klaten, Selasa (29/1/2013).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pantauan solopos.com, razia digelar Dishub Klaten di depan Subterminal Delanggu. Sejumlah petugas dikerahkan untuk memeriksa satu persatu truk pengangkut sirtu yang melaju dari arah Jogja menuju Solo. Sejumlah truk yang terjaring razia terbukti melanggar batas tonase. Petugas menyita surat-surat kendaraan itu dan meminta sopir truk itu mengikuti persidangan.

Razia yang rutin digelar Dishub Klaten akhir-akhir ini ternyata tidak membuat sebagian besar sopir truk kehilangan akal. Rupanya razia yang digelar Dishub Klaten itu sudah bocor. Mereka memilih ngetem di pinggiran Jl Jogja-Solo sebelum sampai di lokasi razia. Berdasarkan pengamatan Espos, terdapat ratusan truk yang rela ngetime selama berjam-jam untuk menghindari razia. Mereka berjajar di pinggiran jalan nasional itu sejauh sekitar tiga kilometer. “Kami sudah di sini dua jam lalu. Mau bagaimana lagi, daripada kami harus mengeluarkan Rp50.000 jika terjaring razia,” ungkap Jono, 45, salah seorang sopir truk kepada solopos.com di lokasi.

Kepala Bidang Lalu Lintas, Dishub Klaten, Marsono, mengakui razia yang digelar selama ini biasanya sudah terdengar di telinga sesama sopir truk. Kalangan sopir biasa berbagi informasi adaya razia truk melalui pesan pendek di telepon genggam. Menurutnya, selama ini kerap terjadi aksi kucing-kucingan antara petugas razia dengan sopir truk. Dia juga sudah menyadari jika kalangan sopir truk memilih ngetem di pinggir jalan untuk menghindari razia.

“Razia biasanya kami gelar sehari, namun tidak secara penuh. Kami menggunakan sistem buka tutup untuk menyiasati truk yang ngetime sebelum sampai di lokasi razia. Kami sengaja membuka jalan untuk beberapa saat seolah-olah razia sudah selesai. Mereka akhirnya terjaring operasi karena mengira razia sudah selesai,” tandas Marsono.

Marsono menegaskan bahwa tidak ada transaksi antara sopir truk dengan petugas Dishub. Menurutnya, dana sekitar Rp50.000 itu merupakan denda yang harus dibayarkan setelah sopir truk menjalani persidangan di pengadilan. “Setelah dirazia, kami mengirimkan berkasnya kepada Polres Klaten agar sopir-sopir truk itu mengikuti persidangan di pengadilan,” terang Marsono.

Marsono menjelaskan Dishub Klaten akan menambah personel saat menggelar razia di masa mendatang. Penambahan personel itu dimaksudkan untuk mengefektifkan razia. “Personel itu akan kami terjunkan untuk mendatangi langsung lokasi ngetime truk. Mereka tidak akan kami biarkan berlama-lama ngetem untuk menghindari razia,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya