SOLOPOS.COM - Slamet, 73, dan keluarga menetap di Hutan Tunggangan sejak sekitar 2013. Slamet menanam tanaman empon-empon, kopi, pisang, dan porang di hutan untuk menghidupi keluarganya. Foto diambil, Selasa (14/6/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI – Hidup di hutan Tunggangan, Jatiroto, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, sekian lama, Slamet, 73, mengaku mampu meraup uang ratusan juta rupiah dengan bercocok tanam. Dari hasil jerih payahnya itu, Slamet dan keluarganya bisa menaiki pesawat ke Sumatra dan jalan-jalan naik kereta ke kota-kota di Jawa.

Slamet, saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (14/6/2022), mengatakan mengolah lahan hutan lindung Tunggangan milik Perhutani untuk ditanami berbagai macam tanaman, seperti kopi, pisang, kunyit, jahe, dan porang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pria itu tidak menyebut secara jelas berapa luas lahan dan jumlah masing-masing tanaman yang ia tanam di hutan. Ia hanya menyebutkan pohon pisang yang ia tanaman berjumlah lebih dari 500 batang pohon, kopi sebanyak ratusan pohon, dan porang seluas satu hektare.

“Kalau saya menyebut 1.000 batang pohon pisang [yang ditanam] itu kebanyakan. Tapi yang jelas lebih dari 500 batang pohon pisang. Kalau kunyit saya pernah panen hingga 60-70 ton. Untuk bibitnya saja saya perlu 16 ton bibit kunyit,” kata Slamet.

Dia menambahkan hasil dari menanam bisa mencapai ratusan juta tiap-tiap tanaman. Dari hasil panen kunyit saja, Slamet mengaku pernah meraup untung sebanyak Rp140 juta. Belum termasuk tanaman-tanaman lain yang ia tanam.

Baca juga: Inilah Hutan Tunggangan Wonogiri yang Ngrejekeni Mbah Slamet

Hasil dari bercocok tanam ia tabung di bank, dibagikan ke anak-anak. Selepas panen besar, Slamet mengajak keluarganya terdiri dari istri, anak, menantu, dan cucu ke Sumatra. Di sana mereka berkunjung ke anak-anak Slamet. Slamet mampu membiayai keluarga naik pesawat ke Sumatra. Bahkan dia dan keluarga bisa jalan-jalan naik kereta ke kota-kota di Jawa.

Memiliki 13 Anak

Sebelum tinggal di hutan, Slamet sempat merantau di Bengkulu dan memiliki 13 orang anak. Semua anaknya tinggal di Bengkulu, kecuali anak nomor delapan yang sekarang mengikuti Slamet di Jatiroto.

Meski demikian, ia mengaku tidak selalu berhasil dalam bercocok tanam. Sebab tanamannya kerap diganggu monyet. Namun, menurutnya hal itu bukan menjadi masalah besar. Sebab semua sudah ada rezeki masing-masing dari Tuhan.

Baca juga: Sebelum Hidup di Hutan Tunggangan Wonogiri, Slamet Stres Terlilit Utang

Slamet tidak ada rencana pindah tempat tinggal. Ia dan keluarga akan tetap tinggal di Hutan Tunggangan. Bahkan ia meminta untuk dikubur di hutan tersebut jika kelak ia meninggal dunia.

Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH) Pesido, Ibnu Nugroho, menuturkan Slamet sudah bertempat tinggal di sana sejak dirinya belum menjabat sebagai KRPH atau mantri di daerah tersebut.

“Mbah Slamet itu sudah ada di sana sebelum saya menjadi mantri [KRPH] di sana. Saya jadi mantri baru 2021 lalu. Saya juga tidak tau persis bagaimana awal mulanya dia di sana,” kata Ibnu saat dihubungi Solopos.com, Selasa sore lalu.

Baca juga: Cari Ketenangan, Awal Mula Slamet Hidup di Hutan Tunggangan Wonogiri

Ketika disinggung perihal perizinan dan kerja sama antara Perhutani dan Slamet, Ibnu menuturkan selama ini belum ada perjanjian kerja sama antarkedua belah pihak. Ibnu pun tidak tahu jika hasil tanaman yang ditanam di lahan milik Perhutani bisa menghasilkan cuan sampai puluhan hingga ratusan juta.

“Saya tidak tahu kalau hasilnya sampai segitu. Ke depan kami akan adakan perjanjian kerja sama,” imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya