SOLOPOS.COM - Reza Lukiawan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Heterodoks adalah sesuatu yang menyempal atau menyimpang dari kebiasaan pada umumnya. Dalam ilmu ekonomi pendekatan heterodoks yang berbeda dengan pendekatan teori ekonomi mainstream atau ortodoks juga dapat berlaku.

Dalam sejarah pemikiran ekonomi ketika mazhab klasik tentang liberalisme yang dicetuskan Adam Smith dan diterapkan oleh negara-negara Eropa Barat cenderung mengutamakan kebebasan pasar. Mekanisme pasar akan berjalan dengan sendirinya menuju arah keseimbangan karena ada kekuatan invisible hand.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Oleh karena itu, intervensi pemerintah dalam perekonomian sangat minim. Individu juga dapat menguasai sumber daya ekonomi strategis seperti perusahan swasta dapat menguasai minyak bumi. Hal ini yang mendorong kapitalisme meluas.

Mazhab lain sangat bertolak belakang karena merupakan kritik terhadap liberalism, yaitu teori radikal yang dikenalkan oleh Karl Marx kemudian menjadi dasar pemikiran sosialisme komunis. Menurut Marx, kolektivitas dan kebersamaan lebih utama daripada mengejar laba dan keuntungan.

Pemerintah juga mempunyai campur tangan kuat dalam perekonomian. Praktik seperti ini banyak diadopsi oleh negara-negara berpaham komunis, antara lain, Uni Soviet sebelum runtuh, Korea Utara, Kuba, Vietnam, negara-negara Eropa Timur, dan China pada masa lampau.

Nilai-nilai Lokal

Saat ini nyaris hanya menyisakan Korea Utara yang masih berpaham komunis yang mampu bertahan setelah Uni Soviet runtuh dan China lebih membuka perekonomian dan menganut pasar bebas pada sistem ekonominya.

Fakta yang terjadi membuktikan banyak negara yang menganut paham komunis mengalami kebangkrutan hingga terpecah belah. Di sisi lain, negara-negara yang berpaham liberalis-neo liberalis bertransformasi menjadi negara maju dan ekonomi mapan.

Walakin, mazhab mainstream sebagai sebuah grand theory tidak sepenuhnya cocok untuk negara sedang berkembang. Justru membuat negara sedang berkembang semakin terbelakang dan miskin karena jebakan liberalisme yang dinilai sebagai bentuk imperialisme dan neokolonialisme.

Kemunculan kekuatan heterodoks yang menyempal dan memiliki ciri khas yang unik, autentik, dan berbeda inilah yang membuat Jepang mampu berubah dari negara berkembang menjadi negara industri maju seperti saat ini.

Apa resepnya? Jepang lebih menganut heterodoks dalam memilih jalan kehidupan ekonomi, politik, sosial. Secara sosiokultur, teori heterodoks sangat memperhatikan nilai lokal, agama, dan kondisi struktutal budaya.

Modernisasi dapat dipadukan dengan nilai-nilai lokal, serta ada dukungan bagi usaha mikro dan pemberdayaan bersama untuk mencapai kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut dianut Jepang dalam mengintegrasikan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah dengan industri besar dari hulu ke hilir.

Strateginya disebut dengan keiretso, yaitu jaringan ke atas dan ke bawah. Artinya para pelaku usaha mikro menjadi pemasok bagi perusahaan-perusahaan besar di atasnya. Selain itu, peningkatan inovasi, keterampilan, dan penguasaan teknologi juga diperhatikan.

Kualitas dan mutu produk dapat terjaga. Meskipun Jepang dikenal sebagai negara maju dan memilki industri besar yang kuat, ternyata jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah mencapai 99% dari total perusahaan dan mampu menyerap 90% tenaga kerja serta memberikan kontribusi 50% pada produk domestik bruto (PDB) Negeri Sakura itu.

Produk yang dihasilkan dengan kualitas tinggi tak lepas dari prinsip total quality management. Prinsip ini dipegang sebagai suatu prosedur untuk mencapai kesuksesan. Sebuah proses dinilai berhasil apabila mutu terus meningkat dan lebih baik daripada sebelumnya.

Produktivitas juga dituntut tinggi, yaitu produk yang dihasilkan dapat terus meningkat jumlahnya dengan prinsip efisiensi. Biaya input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output seminimal mungkin.

Prinsip total quality management kemudian diwujudkan dalam empat langkah, yaitu kaizen, atarimae hinshitsu, kansei, dan miryokuteki hinshitsu. Kesuksesan Jepang memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah ditiru negara-negara Asia Timur lainnya, seperti Korea Selatan, Taiwanm hingga China.

Fenomena ini lalu disebut sebagai cara Asia atau Asian way yang tidak pro liberalis maupun komunis karena bersifat heterodoks. Ini pula yang dapat diikuti Indonesia dalam memberi perhatian dan memajukan peran usaha mikro, kecil, dan menengah pada perekonomian.

Penguatan UMKM

Tidak seperti penganut kapitalisme yang membiarkan siapa yang kuat akan menindas yang lemah. Siapa yang besar akan memenangi persaingan pasar. Dalam mencapai kemajuan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan dibutuhkan upaya yang saling mendukung dan bekerja sama.

Dengan tipikal dan ciri yang sama dengan Jepang, usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia juga berperan besar dalam menyumbang hingga 61% produk domestik bruto dan menyerap tenaga kerja sebanyak 97%.

Data jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah mencapai 65 juta unit. Fakta membuktikan usaha mikro, kecil, dan menengah mampu bertahan dari krisis ekonomi 1998. Nilai-nilai lokal masyarakat sebagai bentuk kekuatan rakyat mampu membawa negara kita terlepas dari jurang resesi ekonomi yang dalam saat pandemi Covid-19.

Kepedulian sosial antarsesama, saling bantu-membantu, dan bergorong royong yang sebenarnya menjadi fondasi perekonomian yang tangguh. Oleh karena itu, usaha mikro, kecil, dan menengah memang harus dipandang penting dalam struktur perekonomian.

Peran serta yang menyatu dalam sistem produksi nasional dan rantai pasok produksi selayaknya diperkuat dan menjadi prioritas. Penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah berupa bantuan seperti fasilitas kredit yang mudah dan murah semacam kredit usaha rakyat, bantuan bimbimgan teknis, dan mendorong percepatan digitalisasi harus tetap diberikan.

Semua itu perlu dikombinasikan, digabungkan, dan terintegrasi dengan perusahaan menengah dan besar sehingga dapat membentuk semacam incorporated. Dengan keseriusan itu, perekonomian tidak dipandang hanya mengejar pertumbuhan (growth) yang tinggi saja.

Yang lebih penting adalah pemerataan pembangunan dan distribusi pendapatan yang adil sehingga cita-cita menuju masyarakat sejahtera dan Indonesia menjadi negara maju optimistis bisa terwujud.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Oktober 2022. Penulis adalah mahasiswa Pascarjana Ilmu Ekonomi IPB University dan peneliti BRIN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya