SOLOPOS.COM - Menko Polhukam Mahfud MD . (Bisnis-Rayful Mudassir)

Solopos.com, SOLO - Seorang siswi nonmuslim diwajibkan berjilbab di Sumatra Barat menjadi perbincangan publik. Menko Polhukam Mahfud MD pun memberi respons.

Sebelumnya, sebuah video viral di media sosial yang berisi percakapan seorang wali murid bernama Elianu Hia dengan pihak SMK Negeri 2 Padang, Sumatra Barat. Elianu berbicara dengan pihak SMK Negeri 2 Padang lantaran anaknya, JCH, dipanggil pihak sekolah karena tidak memakai jilbab.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

JCH tercatat sebagai siswi sekolah tersebut pada Jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP). JCH keberatan mengenakan jilbab karena bukan muslim. Dalam video tersebut, Elianu berusaha menjelaskan anaknya adalah nonmuslim, sehingga semestinya tak wajib berjilbab.

Pihak sekolah menyebut penggunaan jilbab merupakan aturan, sehingga menjadi janggal bagi guru dan pihak sekolah kalau ada anak yang tidak mematuhinya. Sebab, di awal masuk sekolah, saat diterima sekolah tersebut, orangtua dan anak sepakat mematuhi peraturan.

Ekspedisi Mudik 2024

Terkait Persiapan PON 2024, Menpora Minta Ketua KONI Aceh Siapkan Masterplan

Mahfud MD ditanya terkait peristiwa itu. Menko Polhukam lantas meminta untuk melihat utasnya di akun Twitternya. Di situ dia menjelaskan secara lengkap pendapatnya.

"Lihat di utas Twitter saya pagi ini. Itu jawaban lengkap dari sudut kebijakan, bukan jawaban langsung atas kasusnya," kata Mahfud seperti dikutip dari detik.com, Minggu (24/1/2021).

Dalam utas tersebut Mahfud bercerita ada larangan anak-anak memakai jibab pada akhir 70-an. Aturan itu kemudian diprotes keras hingga akhirnya anak-anak bisa berjilbab. Namun menurutnya situasi itu tak boleh dibalik dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah.

Berikut cuitan lengkap Mahfud MD:

"Akhir 1970-an sampai dengan 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab, dan busana muslim dibolehkan, dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," ujar Mahfud Md.

"Sampai dengan akhir 1980-an di Indonesia terasa ada diskriminasi terhadap orang Islam. Tapi berkat perjuangan yang kuat dari NU Muhammadiyah dan lain-lain, terutama melalui pendidikan, demokratisasi menguat. Awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus," katanya.

"Pada awal 1950-an, Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai 'civil effect' yang sama. Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," ujar Mahfud.

"Kebijakan penyetaraan pendidikan agama, dan pendidikan umum oleh dua menteri itu sekarang menunjukkan hasilnya. Pejabat-pejabat tinggi di kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. Mainstream keislaman mereka adalah 'wasarhiyah Islam' moderat dan inklusif," tambahnya.

Sama-Sama Terguling, 2 Truk Kecelakaan di Karanganyar & Sukoharjo Beda Nasib

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya