SOLOPOS.COM - Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Ahmad Padhil saat mempresentasikan hasil penelitian di FTI UII, Jumat (26/1/2018). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Peneliti sebut dampak buruk betonisasi.

Harianjogja.com, SLEMAN–Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Ahmad Padhil memberikan kritiknya terhadap pengembangan desa wisata yang seringkali mengedepankan pembangunan fisik seperti betonisasi tanpa mempertahankan kearifan lokal dan kondisi lingkungan. Hal itu dituangkan dalam penelitian berjudul Pengembangan Desa Wisata dengan Pendekatan Makro Ergonomi. Penelitian itu dirampungkan untuk memperoleh gelar Magister Teknik Industri di Fakultas Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII).

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Ahmad Padhil menjelaskan keberadaan desa wisata tak luput dari pergeseran alih fungsi, penggunaan wisata, pakaian hingga terjadinya kerusakan aset budaya yang hanya bisa direduksi dengan aturan kearifan lokal yang ketat. Penelitian itu mencoba memperbaiki sistem pengembangan desa wisata menggunakan pendekatan Kansai Enggineering dan Macro Ergonomic Analisis Desain (MEAD).

Ekspedisi Mudik 2024

“Pendekatan ini memang lebih sering digunakan untuk produk seperti pabrik, tetapi saya menerapkannya di desa wisata dengan produk jasa. Kansai itu sendiri mencari pola keinginan masyarakat terhadap desain pengembangan desa wisata itu seperti apa” terangnya di FTI UII, Jumat (26/1/2018).

Hasil penelitian menggunakan kansai, lanjut dia, ditemukan tiga kata kansai yang menyebabkan permasalahan pengembangan desa wisata. Kemudian tiga faktor itu diperbaiki dengan pendekatan konsep MEAD sehingga rancangan sistem kerja yang diusulkan adalah mengintegrasikan komponen yang ada dengan merumuskan serta membuat visi misi, instruksi kerja dan standar operasional prosedur.

Lokasi penelitian yang diambil yaitu di Desa Wisata Gunung Condong, Kecamatan Bruno, Purworejo. Tetapi ia juga banyak melakukan pengamatan di desa wisata wilayah DIY. Menurutnya, beberapa desa wisata di Sleman ada yang tidak berjalan secara berkelanjutan, bahkan vakum setelah menyatakan diri sebagai desa wisata. Di sisi lain pembangunan fisik berjalan secara terus menerus, seperti pada pembangunan jalan desa dengan beton seperti halnya di Hutan Pinus Bantul, yang sebenarnya dapat menghambat penyerapan air.

Betonisasi, kata dia, dapat bersinggungan dengan lingkungan hidup. Karena melakukan pembetonan seringkali harus didukung dengan penebangan pohon karena membuat jalan baru, selain itu menghambat penyerapan air yang secara perlahan berkontribusi terhadap banjir dan sejenisnya. “Didesain harusnya tidak semata-mata beton, bisa seperti kerikil yang nantinya tetap ada pori-pori agar air bisa masuk ke tanah,” ungkap dia.

Selain itu, dalam peencanaan pengembangan desa wisata, unsur keterlibatan masyarakat sangat kurang. “Soal kearifan lokal misalnya, kebanyakan homestay itu rumah modern bukan rumah masyarakat, kalau konsepnya kearifan lokal kan harusnya homestay ya rumah penduduk apa adanya,” ucap Padhil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya