SOLOPOS.COM - Wahyu Santoso Prabowo (bersampur biru), penari 24 jam, di detik-detik terakhir Solo 24 Jam Menari bersama beberapa pejabat Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, di Teater Terbuka, kampus setempat, Selasa (30/4/2013). (Ika Yuniati/JIBI/SOLOPOS)

Wahyu Santoso Prabowo (bersampur biru), penari 24 jam, di detik-detik terakhir Solo 24 Jam Menari bersama beberapa pejabat Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, di Teater Terbuka, kampus setempat, Selasa (30/4/2013). (Ika Yuniati/JIBI/SOLOPOS)

SOLO–Matanya sayu, wajahnya pun terlihat lesu. Namun, senyum lebar dan teriakan kegirangan seolah tak mampu disembunyikan oleh Wahyu Santoso Prabowo, 60, saat waktu menunjukan tepat pukul 06.00 WIB, Selasa (30/4/2013).

Wahyu yang didaulat menjadi penari 24 jam dalam perhelatan akbar bertajuk Solo 24 Jam Menari ini secara spontan melemparkan sampur biru yang mengalung di lehernya saat panitia mengakhiri angka pada hitungan mundur tersebut. Ditemani beberapa pejabat  Insitut Seni Indonesia (ISI) Solo dan Direktur Pembina Keseniaan dan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Sulistyo Tirtokusumo, penutupan Hari Tari Dunia (HTD) di Teater Terbuka kali ini terlihat cukup sakral.
Bagi Wahyu, ini merupakan kado terindahnya di ulang tahun ke-60. Ia bangga sekaligus terharu saat tahu dirinya berhasil menuntaskan misinya menari selama 24 jam dalam acara Solo 24 Jam Menari VII. Meski sudah dipersiapkan secara matang dengan olahraga teratur dan senam aerobic sebelum hari H, misi menari 24 jam Wahyu tak selamanya mulus.
Selama mementaskan tari-tarian nonstop mulai, Senin (29/4), pukul 06.00 WIB, Wahyu sempat dua kali ngedrop karena tekanan darahnya naik hingga 155.
Hal itu terjadi sekitar pukul 14.00 WIB dan pukul 00.00. Meski sempat ngedrop, Wahyu, tetap menari dengan gerakan-gerakan yang tergolong lebih santai dan ringan. Ditambah dengan sejumlah perawatan medis dan tradisional dengan meminum telur ayam kampung dan madu, akhirnya ia kembali pulih.
Agar staminanya  tetap terjaga, Wahyu, ditemani sekitar empat crew yang mengurusi segala kebutuhannya mulai dari makan hingga menyiapkan kostum ganti. Kesehatannya juga selalu dicek tim medis setiap dua jam sekali. “Pas jam tiga [Selasa, pukul 03.00 din hari], sempat mengantuk sekali tapi saya tahan dan akhirnya bisa sampai pagi ini,” tegasnya saat ditemui wartawan seusai penutupan.
Hingga acara rampung, Wahyu, berhasil menarikan sekitar 12 karya di antaranya Kiblat Papat Lima Pancer, Rantoyo Gunungan dan ditutup Bromastro. Selama menarikan 12 karya itu ia berpindah-pindah venue mulai dari Pendapa ISI, area parkir dan Teater Besar. ia juga sempat berganti kostum hingga tiga kali. Selain itu ia tetap bergera dengan menampilkna beberapa gerakan tari.
“Saya ingin mendorong semangat yang muda-muda. bahwa memahami kepenarian ada beberapa hal yang penting kecuali ketubuhan. Tapi ekspresi kepenarian,” ucapnya saat ditanya mengenai motivasi terbesar menjadi penari 24 jam.
Peringatan HTD 2013 kali ini memang benar-benar menyedot perhatian. Saat Senin malam, suasana semakin ramai dengan sorak sorai penonton dan beragam pementasan. Antusaiasme mereka memang terbilang luar biasa hingga Selasa pagi. “Panggung tari terbesar di Indonesia adalah Solo 24 Jam Menari. Jadi saya ucapkan selamat kepada para panitia dan pelaku tari,” ucap Sulistyo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya