SOLOPOS.COM - Boediono (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Boediono (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Wakil Presiden Boediono mengungkapkan bahwa lima dasar negara Pancasila yang dirumuskan Soekarno lahir dari pengalaman sejarah, bukan meniru dari buku manapun dan bukan hasil karangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Pemikiran Bung Karno, pada 1945 yang dirumuskan dengan nama Pancasila, adalah pemikiran yang tidak ditiru dari buku manapun dan bukan dikarang dari awang-awang. Pemikiran itu lahir dari pengalaman sejarah,” kata Boediono dalam pidato kebangsaan peringatan Hari Lahir Pancasila, hari ini di Gedung DPR/MPR/DPD di Senayan, Jakarta.

Boediono meceritakan sudah mengunjungi situs Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur yang merupakan lokasi perenungan dan pencarian lima butir Pancasila saat Soekarno di buang selama 4 tahun oleh pemerintah kolonial saat itu. Dalam masa pengasingan itu, Bung Karno tinggal di sebuah rumah kecil bersama Inggit Ganarsih. Tidak jauh dari rumah itu, ada sebuah sudut di pantai dengan sebatang pohon sukun yang rindang yang merupakan tempat menulis dan merenung Soekarno. Di sana Bung Karno merancang lima butir Pancasila berdasarkan pengalaman sejarah, bukan dari hasil referensi buku mana pun.

“Sejarah memberi Bung Karno dan para pendahulu kita pengalaman hidup pahit di bawah kekuasaan kolonial yang menindas. Akan tetapi sejarah juga menunjukkan betapa kuatnya daya tahan rakyat Indonesia, daya tahan rakyat yang bersatu, seperti yang disaksikan Bung Karno sendiri di Flores saat itu,” ujar Boediono.

Dari pengalaman itulah, Bung Karno semakin yakin kepada apa yang menjadi cita-citanya sejak tahun 1920-an, yaitu, cita-cita untuk sebuah Indonesia yang kuat, yang dijalin dari perbedaan agama, etnis, suku, dan daerah. Sebuah jalinan yang tidak didominasi oleh salah satu unsurnya. Sebuah jalinan yang dirajut bersama-sama.

“Sampai Indonesia yang seperti itu masih bertahan. Mudah-mudahan tidak akan lekang oleh panas, tidak lapuk oleh hujan. Dan terbukti pula, Indonesia yang seperti itu yang mampu mengatasi pelbagai krisis politik dan krisis ekonomi di masa lampau,” kata Boediono.

Wapres melanjutkan ketahanan bangsa Indonesia ini berkat Pancasila. Setiap kali bangsa kita terancam oleh perpecahan dan permusuhan antar golongan, Indoensia selalu mengingat akan dasar bersama kehidupan berbangsa dan bertanah air itu. Semangat Pancasila selalu menjadi penyelamat.

“Tetapi itu tidak berarti kita menganggap Pancasila sebagai sesuatu yang sakral. Mensakralkan Pancasila justru akan menjauhkan Pancasila dari pengalaman hidup kita, orang-orang biasa, sehari-hari. Sebab Pancasila memang bukan wahyu yang turun dari langit,” tambahnya.

Namun, lanjut Wapres, Indonesia tidak perlu menyembunyikan kenyataan, bahwa setelah reformasi 1998, persoalan-persoalan bangsa justru tidak berkurang. Indoensia saat ini menghadapi masalah korupsi yang sudah bertahun-tahun menjadi kanker dalam tubuh Republik Indonesia yang sedang diperangi dengan susah payah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya