SOLOPOS.COM - Sukarelawan mengadakan upacara Hari Kesaktian Pancasila di bantaran Sungai Bengawan Solo tepatnya di dekat Monumen Perisai Pancasila wilayah Kedung Kopi, Kelurahan Pucangsawit, Jebres, Solo, Minggu (1/10/2017) sore. (Ivan Andimuhtarom/JIBI/Solopos)

Hari Kesaktian Pancasila diperingati dengan upacara dan membersihkan prasasti Pancasila.

Solopos.com, SOLO — Sejumlah sukarelawan kebencanaan mengadakan upacara Hari Kesaktian Pancasila di bantaran Sungai Bengawan Solo tepatnya di dekat Monumen Perisai Pancasila wilayah Kedung Kopi, Kelurahan Pucangsawit, Jebres, Solo, Minggu (1/10/2017) sore. Lokasi itu adalah saksi bisu pembantaian oleh oknum Partai Komunis Indonesia (PKI).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Peserta upacara adalah elemen sukarelawan kebencanaan seperti Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Sewu, Sangkrah dan Semanggi. Ada pula ibu-ibu dari RW 008, Pucangsawit. Setelah upacara, mereka membersihkan Prasasti Pancasila dengan air dan sabun.

Prasasti itu sebenarnya sudah menjadi cagar budaya dengan No. 25-58/E/Jb/2012. Namun, kondisinya bisa dibilang mengenaskan. Lambang lima sila Pancasila sudah cuil di beberapa bagian, seperti pada salah satu tanduk banteng. Sisi timur dan utara monumen tergerus air sungai sehingga rawan ambrol ke sisi selatan atau ke arah Sungai Bengawan Solo. Beberapa bagian monumen juga terlihat retak.

Pembina upacara, Budi Utomo, mengatakan lokasi monumen itu dahulu adalah tempat korban diculik, disiksa dan dibunuh oleh oknum PKI. Namun, saat ini banyak anak muda Solo yang tak tahu sejarah kelam tersebut.

“Kami berusaha mengingatkan pada generasi muda agar tidak melupakan sejarah. Dengan berkegiatan di sini, diharapkan kita lebih bersatu dan menghormati perbedaan di antara sesama,” kata dia dalam amanat pembina upacara.

Lelaki yang menjabat sebagai Ketua Sibat Sewu itu mengatakan kegiatan bersih-bersih area Monuman Perisai Sakti dilakukan sebagai bentuk peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Menurut sejarah, monumen itu menjadi saksi bisu atas tewasnya sebagian warga oleh kekejaman oknum Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Menurut para sesepuh kampung, Kampung Sewu pada zaman itu adalah basis Muhammadiyah. Ada empat warga Kampung Sewu yang merupakan aktivis Islam yang jadi korban dalam peristiwa itu,” ujarnya, Minggu.

Ia menilai area itu menjadi lokasi pembunuhan karena dulu memiliki kontur tebing yang curam. Selain itu, lokasinya jauh dari perkampungan. “Sungai Bengawan Solo masih dalam. Kalau ada yang dibunuh tinggal dihanyutkan dan enggak bakal ketemu,” kata dia.

Sebagai saksi bisu sejarah Bangsa Indonesia, para sukarelawan merasa prihatin dengan kondisi prasasti. Menurutnya, monumen itu kurang
mendapat perhatian.

“Memang ada rencana memindahkan monumen ke Urban Forest. Tapi kalau lihat kondisinya, saya khawatir bagian prasasti akan nggoling sebelum dipindah,” terang dia.

Sukarelawan KRI, Girianto, 23, mengatakan ikut atas inisiatif pribadi. Menurutnya, relawan KRI lainnya juga melakukan aksi sosial di lokasi lain. “Hari ini ada dropping air bersih dan bersih-bersih sungai di Boyolali,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya