SOLOPOS.COM - Antrean di salah satu SPBU di Solo, saat adanya pembatasan solar subsidi beberapa waktu lalu. (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Solopos.com, SOLO — Ketua Paguyuban Manunggal Sopir Solo (PMSS), Totok Darwanto mengatakan kenaikan harga bahan bakar mesin (BBM) bersubsidi berdampak bagi para sopir angkutan barang.

Selain itu, kenaikan BBM bersubsidi harusnya disertai dengan akses kemudahan mendapat stok BBM. Pasalnya ia bersama rekan sopir truk sempat merasakan sulitnya mendapat solar bersubsidi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dari pengalaman terakhirnya, pembelian solar bersubsidi di rata-rata SPBU hanya dibatasi Rp200.000 saja per kendaraan.
“Berdampak pasti ada. Namun yang terpenting stoknya ada itu. Kemarin kan begitu sangat sulit paling kalau dapat ya dijatah rata-rata maksimal Rp200.000,” kata Totok kepada Solopos, Senin (5/9/2022).

Seperti diketahui, harga solar subsidi naik Rp1.650 per liter dari Rp Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter.

Totok berusaha membandingkan biaya pengangkutan Solo – Jakarta sekali berangkat. Dengan estimasi 140 liter solar seharga Rp712.000.

Baca Juga: Harga BBM Naik, Harga Cabai di Sragen Ikut-Ikutan Melonjak

Bila dibandingkan dengan harga solar saat ini, biaya satu kali berangkat Solo – Jakarta bisa mencapai Rp952.000 dengan selisih biaya kira-kira Rp240.000.

“Perbandingannya hitung liter Solo Jakarta kita 140 liter. Itu tinggal menambahkan awalnya Rp5.150 saat ini Rp6.800,” kata dia.

Menurut Totok, transportasi barang menjadi sektor yang paling terdampak. Hal itu terkait dengan rantai distribusi barang ke seluruh Indonesia.

Mau tak mau, perusahaan atau gudang pengiriman barang harus menyesuaikan dengan harga BBM terbaru. “Ya kalau untuk barang tetap harus menyesuaikan ya harga biaya transportasi otomatis sopir enggak mau [menanggung selisih biaya transportasi],” katanya.

Baca Juga: 120.290 Keluarga di Klaten bakal Peroleh BLT BBM, Pencairan secara Bertahap

Lebih dari itu, ia menilai para sopir tak kuat jika menanggung selisih biaya transportasi. Ada beberapa sistem  antara sopir dan perusahaan atau gudang barang, misalnya sistem borongan.

Harga jasa transportasi barang di sistem borongan ditentukan satu harga di awal sesuai kesepakatan. Sistem tersebut mengharuskan seluruh biaya perjalanan dikelola sendiri oleh sopir.

Akibatnya, imbuh Totok, rawan terjadi pembengkakan biaya, misalnya bila sopir ternyata mengalami kendala teknis seperti biaya servis kendaraan. Berbeda dengan sistem gaji atau setoran.

Baca Juga: Revvo 89 Milik SPBU Vivo vs Pertalite, Ini Bedanya!

“Lebih lagi kalau sistem borongan, itu lebih enggak pasti. Tinggal di jalan biaya ban kempes kerusakan itu tinggal peraturan [kesepakatan] sistem kerjanya,” kata dia.

PMSS mengaku telah mengajukan proposal kepada perusahaan barang dan transportasi barang agar terjadi penyesuaian harga dan sistem kerja sama.

“Sudah itu nanti sudah seperti kita mengajukan proposal kenaikan ongkos. Perusahaan sudah tahu kenaikan BBM, harus naik [ongkos] tinggal kita pengajuan berapa,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya