SOLOPOS.COM - Pekerja sedang menyelesaikan perakitan komponen sebuah skuter matik di Plant Astra Honda Motor (AHM) Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/2/2016) lalu. (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

KPPU mencurigai harga skutik Yamaha dan Honda yang naik 5 kali dalam setahun. Padahal, Kawasaki, Suzuki, dan TVS, hanya sekali.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengklaim semakin yakin terhadap dugaan kartel yang menyeret dua produsen sepeda motor, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor. Dugaan ini dikuatkan kesaksian tiga produsen lain, yaitu TVS, Suzuki, dan Kawasaki di sidang pemeriksaan lanjutan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketiga produsen motor tersebut menaikkan harga satu unit motor rata-rata sekali dalam satu tahun. Investigator KPPU Helmi Nurjamil mengatakan pernyataan saksi fakta mempertajam bahwa Yamaha dan Honda sepakat menaikkan harga berulang dalam satu periode tertentu. Padahal, faktor kenaikan seperti upah, kurs rupiah, dan komponen impor yang diklaim Yamaha-Honda, juga dialami produsen lainnya.

KPPU juga mengklaim mengantongi bukti teerbaru bawah kedua terlapor menaikkan harga salah satu jenis motor skutik lima kali dalam setahun. “Kenaikan lebih dari dua kali itu sudah tidak wajar. Kalau harga naik sampai lima kali itu pasti ada faktor lain yang tidak beres,” kata Helmi seusai sidang di Kantor KPPU, Kamis (6/10/2016).

Data kenaikan harga hingga lima kali tersebut akan diungkapkan pada sidang selanjutnya yang beragendakan pemeriksaan saksi ahli. Helmi menyampaikan kompetitor Yamaha dan Honda di pasar motor skutik hanya menaikkan harga sekali dalam satahun. Padahal, mereka memiliki komponen, material, dan suku cadang yang sama.

Bahkan, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) milik TVS, Suzuki, dan Kawasaki lebih kecil ketimbang milik para terlapor. Artinya, harga yang dipatok Yamaha-Honda seharusnya bisa lebih murah.

Presiden Direktur PT TVS Motor Company Indonesia V. Thiyagarajan mengatakan perusahaan tidak memiliki kebijakan khusus dalam menaikan harga unit motor skutik. Kendati demkian, kenaikan harga memang harus dilakukan sebagai bentuk penyesuaian terhadap biaya produksi.

Produsen motor asal India itu menaikkan harga sekali setahun sejak 2014. TVS merupakan pemain baru di motor skutik yang meluncurkan produknya pada 2013. “Kami luncurkan skutik bermerek Dazz 110 cc di Juli 2013 di harga Rp9,9 juta. Kami menaikkan harga sekali dalam setahun,” katanya dalam persidangan.

Thiyagarajan mengungkapkan pihaknya menaikkan harga Rp1 juta per unit pada Januari 2014 menjadi Rp10,9 juta. Pada tahun selanjutnya, TVS kembali menaikkan Rp1 juta per unit menjadi Rp11,9 juta. Terakhir, perseroan menaikkan harga skutik Rp200.000 per unit menjadi Rp12,1 juta pada Januari 2016.

Menurutnya, tidak ada kebijakan khusus dalam menentukan harga. Pertimbangan naiknya harga disesuaikan dengan gaji buruh, biaya produksi dan kondisi pasar. Thiyagarajan mengaku paham dengan kenaikan harga yang rutin dilakukan oleh dua pemain besar di industri sepeda motor. Kendati begitu, pihaknya tidak serta merta mengikuti kebijakan yang dibuat oleh produsen lain lantaran setiap perusahaan memiliki strategi sendiri-sendiri.

“Kalau kompetitor naikin harga, kemudian kita ikut naik itu bukan hal yang bijak. Kita tidak bisa sekedar ikut-ikutan. Itu bukan strategi yang benar” ujarnya.

Dia menyebutkan persaingan di industri sepeda motor dinilai sangat ketat dan kompetitif. Bahkan, pihaknya sempat merugi di tahun pertama peluncuran skutik Dazz. Berdasarkan data AISI Juli 2016, market share TVS hanya 0,03%.

Senada, Department Head Marketing and Sales PT Suzuki Indomobil Sales Yohan Yahya mengatakan pihaknya hanya menaikkan harga sekali pada 2014. Hal ini dilakukan lantaran perusahaan memiliki pangsa pasarnya yang kecil. Kenaikan harga berulang ditakutkan akan mengakibatkan hilangnya konsumen.

“Kenaikan hanya sekali di 2014,” katanya tanpa memerinci berapa besar kenaikan harga. Adapun market share Suzuki yaitu 0,73% atau menduduki posisi keempat setelah Kawasaki dengan market share 2,15%.

Kuasa hukum PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Eri Hertiawan menolak kesaksian dari saksi fakta. Menurutnya, saksi fakta tidak berkompeten dalam urusan komponen manufaktur yang merupakan penentu kenaikan harga.

Pihaknya juga menolak kenaikan harga yang dilakukan kliennya disebut tidak berdasar. Terdapat hitungan tersediri dalam menaikkan harga motor skutik. Selain itu, dirinya juga mengklaim telah berkompetisi secara sehat, baik dengan terlapor lain yaitu Honda atau produsen-produsen lainnya. Persaingan sehat dilakukan dengan berbagai iklan di area publik, promosi dan inovasi.

“Mengenai kenaikan harga di produsen lain yang hanya sekali dalam satu tahun itu kebijakan mereka. Kami tidak ingin ikut campur,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya