SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Harga rokok yang diwacanakan akan dipatok Rp50.000 memicu beragam reaksi.

Solopos.com, SRAGEN – Wacana menaikkan pajak cukai yang berimplikasi terhadap naiknya harga rokok sampai Rp50.000/bungkus menarik perhatian Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Naiknya harga rokok akan berpengaruh pada ongkos produksi. Industri rokok dalam negeri bisa kolaps dan berapa ribu karyawan yang jadi pengangguran. Bagaimana pula nasib petani tembakau? Produsen rokok putih bisa mendominasi pasar dalam negeri. Semua itu harus menjadi pertimbangan,” ujar Tatag yang juga merupakan penggemar rokok ini, Minggu (21/8/2016).

Dari enam bersaudara, hanya Tatag yang memiliki kebiasaan merokok. Ayahnya pun tak memiliki kegemaran merokok. Anak laki-lakinya juga tidak mau meniru kebiayaan merokok Tatag. Tatag bisa menghabiskan dua bungkus rokok putih dalam sehari.

Dia khawatir ketika kebijakan menaikan pajak cukai itu diberlakukan akan ada gerakan impor mesin pengolah rokok berbasis sigaret kretek mesin (SKM) sebagai pengganti sigaret kretek tangan (SKT). Di sisi lain, Tatag juga waswas dengan munculnya peredaran rokok gelap atau rokok tanpa cukai.

“Walau pun daerah ikut menikmati hasilnya. Bagi hasil cukai tembakau yang diterima Sragen sekarang mencapai Rp17 miliar dan bisa naik dua kali lipat,” tambahnya.

Penggemar rokok asal Cantel Wetan, Sragen, Ikhwanushoffa, berpendapat merokok itu menjadi gaya hidup sehingga perubahan harga tak berpengaruh. Dia melihat wacana kenaikan harga rokok itu murni persoalan bisnis perusahaan besar yang ingin menguasai pabrik lokal. Dia menilai penelitian tentang bahaya rokok itu belum final karena rangkaiannya kompleks.

Pendapat dokter itu pun, bagi Ikhwan, hanya didasarkan pada hasil penelitian barat.

“Buktinya semua perusahaan rokok sudah go public walau pun ada beberapa yang masih dikelola keluarga. Rokok putih tidak ada apa-apanya bila rokok kretek keluar. Rokok filter produk dalam negeri ternyata bisa menjadi market leader di luar negeri. Artinya, prospek rokok besar. Saya lihat ada permainan politik kapitalis. Regulasi yang ada masih di bawah kepentingan pemilik modal,” tuturnya.

Ikhwan sepakat dengan Tatag dengan naiknya harga rokok akan berdampak pada bangkitnya pasar gelap. Selain itu model merokok dengan cara tradisional seperti tengwe juga muncul kembali ketika harga tidak terjangkau.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya