SOLOPOS.COM - Perajin tempe asal Dagas, RT 001/RW 002, Desa Mrangen, Polokarto, kurangi berat tempe untuk menyiasati kerugian penjualan tempe akibat kenaikan harga kedelai. (Solopos.com/ Tiara Surya Madani).

Solopos.com, SUKOHARJO — Perajin tempe di Sukoharjo merasakan dampak kenaikan harga kedelai setelah adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga kedelai di Sukoharjo tersebut terjadi secara bertahap.

Hal tersebut disampaikan perajin tempe asal Dagas RT 001/ RW 002, Desa Mranggen, Polokarto, Sabiqis. Sabiqis menekuni pekerjaan sebagai perajin tempe sejak 2000.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Namun sempat berhenti pada 2007 saat terjadi kenaikan harga. Kemudian dia mulai menjadi perajin tempe lagi sampai sekarang.

Sabiqis mengatakan, harga kedelai impor yang ia beli saat ini mencapai Rp1,3 juta per kuintal, padahal sebelumnya harga standar mencapai Rp650.000-Rp700.000 per kuintal.

“Saat itu berhetni dulu, pada saat itu kami kebingungan bagaimana menjualnya, karena menurut perhitungan tidak menguntungkan,” kata Sabiqis.

Baca juga: HARGA KEDELAI NAIK : Pemerintah Jual Kedelai Sedikit di Atas Rp8.000/Kg

Ia merasakan kenaikan harga kedelai secara berkala kurang lebih setengah tahun. “Harga kedelai impor naik berkala, ini masih naik, kalau sekarang beli kedelai pasti masih naik,” lanjut Sabiqis.

Sementara itu untuk mengakali agar tidak terlalu merugikan, Sabiqis memilih untuk mengurangi berat tiap tempe yang ia produksi, jika biasanya satu bungkus untuk harga Rp2.000 beratnya tiga ons, sekarang kurang dari dua ons.

“Jika harga tempe dinaikkan, takut pelanggan tidak mau,” lanjut Sabiqis.

Selain itu, jumlah produksi tempe yang biasanya seminggu menghabiskan satu kuintal kedelai impor, Sabiqis harus mengurangi kapasitas produksi menjadi 90 kilogram per hari.

Keuntungan yang didapat Sabiqis tidak mengalami penurunan, namun karena kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan sejak perubahan harga BBM.

Baca juga: HARGA KEDELAI NAIK : Pengrajin Tempe Beralih ke Mlanding & Benguk

“Keuntungan sama, namun pengeluaran bertambah karena harga barang naik. Sekarang transportasi menggunakan pertalite Rp10.000, dulu hanya Rp7.000,” lanjut Sabiqis.

Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo, Bagas Widnaryanto, mengatakan Sukoharjo miliki area kedelai seluas 1.000 hektare yang dapat menghasilkan kedelai 2,5 ton.

“Kami miliki 1.000 hektare yang menghasilkan 2,5 ton harga panen terakhir Rp14.000,” kata Bahas.

Hasil panen kedelai lokal tersebut dapat mencukupi kebutuhan kedelai di Sukoharjo. “Biasanya kalau perajin tahu tempe bisa pakai yang impor, yang bijinya lebih besar,” lanjut Bagas.

Baca juga: Industri Tahu-Tempe di Boyolali Masih Bergantung Kedelai Impor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya