SOLOPOS.COM - Pedagang ayam potong di Pasar Ayam Silir, Solo, Rabu (17/6/2015). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Harga kebutuhan pokok berupa daging ayam sempat meroket akhir 2015. KPPU pun mengendus permaian kartel daging ayam.

Solopos.com, BANDUNG — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun langsung mengecek harga dengan mengambil sampel di Pasar Suci, Kota Bandung, Minggu (24/1/2016) dini hari, untuk mencari tahu penyebab meroketnya harga daging ayam di pasaran.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf, mengatakan pihaknya sudah menanyakan langsung kepada para pedagang mengenai kenaikan harga daging ayam akhir-akhir ini. Harga mulai menanjak sebelum tahun baru menjadi Rp38.000/kg bahkan sempat menembus Rp40.000/kg. Pedagang mengungkapkan saat ini harga telah kembali turun menjadi Rp38.000/kg.

“KPPU akan fokus meneliti apakah kenaikan harga ayam disebabkan oleh kebijakan pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian terkait pemusnahan parent stock,” katanya kepada wartawan, Minggu (24/1/2016) dini hari.

Sejak September 2015 lalu, ada kesepakatan di antara pemilik parent stock untuk memusnahkan 6 juta ekor bibit ayam yang hingga saat ini sudah terealisasi 2 juta sampai 4 juta ekor. Pemusnahan itu sebenarnya bertujuan untuk mengurangi pasokan supaya harga ayam kembali stabil ke atas HPP.

Akan tetapi, dampak pemusnahan justru memicu kelangkaan anak ayam yang berumur satu hari (day old chick/DOC). Oleh karena itu, pihaknya akan mengecek juga ke peternak terkait pasokan DOC dalam beberapa waktu terakhir pasca-pemusnahan.

“Selain itu, KPPU akan melihat apakah kenaikan harga ini disebabkan prilaku bersifat antipersaingan atau mengarah tindakan pada kartel dan persekongkolan antara pelaku usaha di level peternakan besar atau mulai dari dua perusahaan besar yang menguasai industri ayam di tanah air,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) mengatakan adanya pemusnahan indukan ayam menyebabkan kelangkaan pada DOC. Menurutnya, langkah tepat yang harus dilakukan untuk mengatasi pasokan DOC berlebih dengan mematok harga DOC dan pakan.

“Solusinya pemerintah harus mematok harga eceran DOC dan pakan tertinggi sehingga perusahaan indukan ayam tidak sewenang-wenang menetapkan harga secara sepihak,” katanya.

Dia mencontohkan, misalnya pemerintah menetapkan harga patokan DOC tertinggi sebesar Rp5.500/ekor dan pakan Rp6.500/kg. Adapun, penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% tidak usah dibebankan kepada ayam hidup, namun hanya untuk pakan dan turunannya.

“Market selama ini dipegang oleh penanam modal asing, termasuk di dalamnya pakan hingga daging ayam. Jadi untuk ayam hidup ini jangan dikenakan pajak,” ujarnya.

Menurutnya, jika PPN tersebut terus dipaksakan maka akan banyak peternak ayam yang gulung tikar. Karena mereka tidak mampu mengeluarkan biaya produksi yang semakin besar. “Saat ini saja dengan bersaing dengan penanam modal asing peternak rakyat sudah keteteran,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya