SOLOPOS.COM - Petani cabai rawit Klaten mengawasi lekat hasil hudi daya tanaman mereka. Harga cabai rawit yang terus melambung membuat mereka waswas cabai rawit dipanen pencuri. (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Petani cabai rawit Klaten mengawasi lekat hasil hudi daya tanaman mereka. Harga cabai rawit yang terus melambung membuat mereka waswas cabai rawit dipanen pencuri. (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Ilustrasi petani cabai rawit Klaten. Harga cabai rawit yang terus melambung membuat mereka waswas cabai rawit dipanen pencuri. (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN — Meroketnya harga cabai rawit di pasaran membuat petani waswas. Mereka khawatir tanaman cabai rawit yang telah memasuki usia panen dicuri maling.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seorang petani cabai rawit asal Prambanan, Sunyoto, 57, mengungkapkan kekhawatirannya itu tidak terlepas dari hasil panen yang menurun drastis karena anomali cuaca. Hal itu mengakibatkan harga cabai melambung tinggi karena kurangnya pasokan.

“Saya jadi khawatir kalau dicuri,” ungkapnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (14/7). Pasalnya, lokasi lahannya memang berada di tengah hamparan sawah yang luas di kawasan Taji, Prambanan. Hal itu tidak menutup kemungkinan memunculkan tindakan kriminal.

Pria yang menanam cabai rawit sekitar 1.700 m2 itu berencana untuk menjaga tanaman cabai rawit miliknya menjelang lebaran. Pasalnya, saat ini cabai rawit miliknya hampir memasuki usia panen. Penjagaan tanaman itu pernah dia lakukan saat harga cabai rawit juga melambung beberapa tahun lalu.

Saat itu tanaman cabai rawit petani banyak yang terserang patek karena anomali cuaca. Tanaman cabai rawit miliknya yang sudah memasuki usia panen pun telah dipesan tengkulak dari Jakarta. Tidak mau ambil risiko, dia berjaga selama beberapa hari di sawah miliknya supaya tidak dicuri. “Saat itu, saya menanam cabai rawit sekitar satu patok yang bisa menghasilkan sekitar 60 kg. Itu sudah dipesan kira-kira senilai Rp17 juta. Makanya saya tunggui,” ujarnya.

Kini, patek juga kembali menyerang tanaman cabai rawit miliknya akibat tingginya curah hujan itu terjadi sekitar tiga bulan lalu. Dia mengaku mengalami penurunan panen hingga 60% akibat serangan patek. Dirinya mengalami kesulitan dalam melakukan penanaman karena tidak sedikit cabai rawit yang membusuk karena tidak kuat dengan cuaca yang sering berubah-ubah.

Sementara, hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Desa (Kades) Trucuk, Kecamatan Trucuk, Klaten, Tugiman. Menurutnya, saat ini juga sudah ada petani yang mengeluhkan tingginya serangan patek pada tanaman cabai rawit. “Jumlah petani cabai rawit di Trucuk memang tidak begitu banyak, namun sudah ada laporan tentang adanya serangan itu. Bahkan, sudah ada yang berniat menjaga tanaman,” jelasnya kepada Solopos.com di daerah Trucuk, Minggu.

Apalagi, sambungnya, hamparan sawah di daerah Trucuk memang sangat luas dan tidak jarang berjauhan dengan permukiman penduduk. Oleh hal itu, tidak masalah baginya jika warganya ingin menjaga sawah miliknya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya