SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KLATEN—Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI) Klaten mendesak pengalihan 50% alokasi tunjangan profesi guru bersertifikat kompetensi kepada peningkatan kinerja guru honorer.

Ketua FTHSNI Klaten, Anggoro, mengatakan besarnya tunjangan profesi yang diterima guru bersertifikat kompetensi justru menghadirkan kecemburuan sosial di kalangan guru honorer. Menurutnya, masih banyak guru honorer di Klaten yang hanya dibayar Rp100.000 hingga Rp150.000/bulan. Berbeda dengan guru bersertifikat kompetensi yang mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokoknya. Dia mengibaratkan tingkat kesejahteraan yang didapat guru bersertifikat kompetensi dengan guru honorer seperti langit dan bumi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Paling memprihatinkan itu dialami kalangan guru honorer yang mengajar di SD. Kebanyakan bayaran mereka tidak dihitung per jam mengajar, melainkan per bulan. Honor yang mereka dapatkan tergantung kemampuan SD yang bersangkutan,” ujar Anggoro kepada solopos.com, Jumat (27/9/2013).

Kendati mendapat honor yang jauh dari kata layak, klaim Anggoro, kinerja guru honorer justru lebih baik daripada guru yang sudah mengantongi sertifikat kompetensi. Menurutnya, guru bersertifikat kompetensi justru lebih banyak meninggalkan jam pelajaran untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah. “Ada yang beralasan urusan
keluarga. Ada yang beralasan melengkapi persyaratan supaya tunjangan profesinya tidak dicabut. Karena kerap meninggalkan jam mengajar, guru honorer terpaksa mengampu dua hingga tiga kelas sekaligus pada saat bersamaan. Kenyataan ini kerap dialami teman-teman honorer yangmen gajar di SD,” jelas Anggoro.

Atas dasar itu, FTHSNI mendesak pemerintah mengalihkan dana tunjangan
profesi untuk peningkatan kinerja guru honorer. Dia meyakini pengalihan tunjangan profesi kepada guru honorer itu akan berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. “Selama ini tidak ada perbedaan mutu pendidikan antara siswa yang diajar guru bersertifikat kompetensi dengan guru yang belum mengantongi sertifikat. Prestasi siswa ternyata sama saja,” ungkapnya.

Sebagaimana diberitakan Solopos (27/9), sebagian besar peruntukan tunjangan profesi guru dinilai tidak tepat guna. Kebanyakan tunjangan profesi digunakan untuk menunjang kesejahteraan daripada meningkatkan kinerja guru.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Kecamatan Klaten Tengah, Moh Isnaini, mengatakan sedianya tunjangan profesi digunakan untuk meningkatkan kinerja guru. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah guru di wilayah kerjanya, tunjangan profesi tersebut dihabiskan untuk meningkatkan kesejahteraan.

“Saya sudah tanya kepada beberapa guru. Mereka tak pernah menggunakan tunjangan profesi itu untuk beli buku pengayaan materi, buku bahan ajar, beli koran untuk menambah wawasan dan pengetahui, ikut pelatihan, seminar atau melanjutkan kuliah. Tunjangan profesi itu malah habis digunakan untuk belanja seperti membeli TV, sepeda motor, bahkan berangkat haji,” terang Isnaini saat ditemui Espos di Klaten, Kamis (26/9/2013).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya