SOLOPOS.COM - Foto udara kawasan Rawa Jombor, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Jumat (19/11/2021). Pemandangan warung apung yang selama ini memadati kawasan utara waduk tersebut tak lagi terlihat setelah satu per satu warung dibongkar para pemiliknya. (Istimewa/Kodim 0723 Klaten)

Solopos.com, KLATEN — Jejak perkampungan di Rawa Jombor diyakini hingga kini masih ada. Salah satunya, kompleks makam yang kini ada di dasar waduk berlokasi di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat.

Rawa Jombor dulunya perkampungan di tanah rendah yang dikelilingi perbukitan. Lokasinya yang sangat rendah, air tak bisa terbuang dari perkampungan itu. Lantaran terus menerus tergenang, rumah warga mulai dipindahkan di tepi waduk atau tanah tegalan di sekitarnya.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Memang dari penuturan warga, dulunya Rawa Jombor merupakan kampung. Jejak-jejak kampungnya masih ada di dasar waduk. Tetapi untuk detailnya saya belum pernah mengetahui,” kata salah satu pegiat sukarelawan dari Sekolah Sungai Klaten, Dika, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/4/2022).

Sebelumnya, sejumlah warga memberi petunjuk kompleks permakaman di sisi barat dan dulunya masuk wilayah Dukuh Jombor. Dulunya, nisan kompleks makam itu kerap terlihat ketika Rawa Jombor dikeringkan.

Ekspedisi Mudik 2024

Lantaran sudah bertahun-tahun tertimbun sedimentasi, jejak-jejak makam itu tak lagi terlihat.

Baca Juga: Cerita Eceng Gondok di Rawa Jombor Sering Bikin Bingung Banyak Orang

“Lokasi makam itu ada di sisi barat berdekatan dengan pintu air. Dulu pernah ditemukan tulang belulang di sana,” kata salah satu warga Krakitan, Sutomo, saat ditemui Solopos.com, Kamis (28/10/2021).

Tak hanya kompleks makam, jejak peninggalan bekas perkampungan lainnya masih ada. Salah satunya sisa pohon yang pernah menaungi tanah perkampungan yang kini berada di dasar waduk. Saat waduk dikeringkan, pohon itu pernah terlihat berdiri dan masih menancap di tanah.

Jejak perkampungan yang hingga kini masih terlihat, yakni daratan kecil di tengah perairan Rawa Jombor dan hanya ada satu pohon munggur. Daratan itu dikenal dengan nama Gumuk Mbah Bonggolo.

Dulunya, daratan di sisi utara itu disebut-sebut sebagai daerah perbukitan pada perkampungan. Daratan itu berisi bebatuan dan diyakini sulit dihancurkan.

“Dihancurkan tidak bisa. Pernah dicoba pakai ini [ekskavator] tetapi tidak kuat karena keras. Isinya, ya hanya batu dan tanah padas,” jelas warga Krakitan lainnya, Sukamto.

Baca Juga: Hii! Ini Jenis Ular yang Masih Sering Ditemukan di Rawa Jombor

Buku

Pada buku berjudul Mengenal Desa Krakitan, Kecamatan Bayat yang disusun kantor Desa Krakitan pada 1980 juga dijelaskan jika dulunya Rawa Jombor merupakan perkampungan.

Pada 1900 atau sebelumnya, kawasan Rawa Jombor merupakan tanah yang rendah seperti kedung yang lebar dikelilingi pegunungan. Lantaran lokasinya sangat rendah, air yang berada di kawasan itu tak bisa terbuang baik saat musim hujan maupun musim kemarau.

Di sisi barat laut tanah rendah itu, ada Kali Ujung yang mengalirkan airnya hingga ke Kali Dengkeng. Dimungkinkan lantaran Kali Ujung sering kelebihan air saat musim hujan, air yang berada pada tanah rendah tersebut kian melebar hingga menjadi rawa.

Kelebihan air itu terus menggenangi tanah pekarangan, sawah, hingga permukiman warga. Alhasil, penghuni kampung dipindahkan ke tempat lain di tepi rawa atau tanah tegalan di sekitarnya.

Pada 1901, Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwono (PB) X bersama Pemerintah Belanda mendirikan pabrik gula di Manisharjo, Kecamatan Pedan. Lantaran memerlukan air untuk lahan yang ditanami tebu, PB X bersama Pemerintah Belanda membangun saluran air dari Rawa Jombor.

Baca Juga: Begini Keseruan Ngabuburit di Taman Nyi Ageng Rakit Rawa Jombor Klaten

Terowongan

Pekerjaan dimulai pada 1917 dengan membuat terowongan menembus gunung dan membuat talang di atas Kali Dengkeng. Proses pembangunan rampung pada 1921.

Saat perang dunia kedua pecah (1941-1942), Pemerintah Belanda yang sebelumnya menguasai Indonesia pergi dan digantikan Pemerintah Jepang. Oleh Pemerintah Jepang, Rawa Jombor dijadikan waduk dengan cara dibangun tanggul.

Pembangunan tanggul dilakukan para pekerja paksa atau dikenal dengan romusa. Tanggul selebar 5 meter mengelilingi waduk itu hingga luasan rawa menyusut dari sekitar 500 ha tersisa 180 ha. Rawa Jombor difungsikan tempat penampungan air guna irigasi lahan pertanian sekitar 270 ha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya