SOLOPOS.COM - Permainan Gulat Pathol di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah (Jateng). (visitjawatengah.jatengprov.go.id)

Solopos.com, REMBANG — Kabupaten Rembang, Jawa Tengah (Jateng), terkenal akan kehidupan masyarakatnya yang masih memegang teguh budaya leluhur. Salah satu budaya yang hingga kini masih lestari adalah permainan adu fisik yang disebut Gulat Pathol.

Bagi sebagian besar masyarakat Kabupaten Rembang, permainan gulat Pathol mungkin bukan sesuatu yang asing. Permainan ini kerap dimainkan masyarakat di wilayah Rembang Timur, seperti Kecamatan Sarang, pada saat-saat tertentu sebagai pemanis acara hiburan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Permainan gulat Pathol ini sebenarnya tidak berbeda dengan permainan gulat pada umumnya, di mana terdapat adu kekuatan fisik antara dua pemain di sebuah arena. Namun, yang membedakan gulat Pathol khas Rembang dengan gulat lainnya adalah iringan musik gamelan saat kedua pemain bertarung. Selain itu, kedua pemain juga dilarang melepaskan pukulan maupun tendangan, sehingga murni bergulat di arena.

Para pemain juga harus bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek. Pada pinggang mereka diikatkan semacam sabuk kain berwarna putih. Permainan ini juga turut diawasi wasit, sehingga setiap ada pemain yang jatuh, maka permainan dihentikan sejenak.

Dikutip dari laman visitjawatengah.jatengprov.go.id, Selasa (4/10/2022), permainan gulat Pathol di Rembang ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Permainan ini erat kaitannya dengan sosok Pangeran Santi Yoga, yang merupakan putra Empu Santi Badra dan Dewi Sukati.

Baca juga: Rumah BUMN Rembang, Sukses Bikin UMKM Kokoh dan Kian Berkembang

Empu Santri Badra, konon merupakan seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit yang berasal dari trah Bre Lasem. Ia masih memiliki ikatan saudara dengan Raja Hayam Wuruk, yang merupakan raja keempat Kerajaan Majapahit.

Asal Mula

Sementara itu, permainan gulat Panthol dipopulerkan oleh Pangeran Santi Yoga yang membantu kakaknya, Pangeran Santi Puspa, dalam mengurus kapal-kapal di Pelabuhan Kiringan, yang merupakan pelabuhan khusus untuk militer.

Pangeran Santi Yoga bertugas merekrut pasukan militer. Salah satunya melalui metode Gulat Pathol. Siapa yang menang akan masuk dinas kemiliteran yang ada di Lasem pada masa itu.

Pangeran Santi Yoga menjadi tokoh Gulat Pathol mulai dari pesisir Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang sampai wilayah Kecamatan Sarang. Atas sepak terjangnya itu, Pangeran Santi Yoga pun dikenal sebagai Bapak Pathol Rembang.

Baca juga: Di Balik Pesugihan Dewi Lanjar Pekalongan, Dominan Warga Menengah Atas

Berawal dari situ, lama kelaman Gulat Pathol pun semakin populer di kalangan masyarakat Rembang dan hingga kini tetap lestari di wilayah Rembang Timur.

Danang Swastika dari Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah (Fokmas) Lasem, mengatakan saat ini Gulat Pathol atau Pathol Sarang sudah berkembang menjadi sebuah kesenian. Gulat Pathol pun berpotensi menjadi kegiatan budaya unggulan di Rembang.

“[Gulat Pathol] Lasem Rembang sudah mulai jarang. Saat ini, napak tilasnya Bapak Pathol Rembang bisa ditemui di wilayah Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang. Di tempat itu terdapat makam batu nisan berukiran motif Surya Majapahit. Itulah peristirahatan Pangeran Santi Yoga. Diperkirakan makam ini [dibangun] sekitar tahun 1.500-an,” ujarnya dilansir dari laman visitjawatengah.jatengprov.go.id.

Fokmas bersama Paguyuban Ki Asem Gede berencana menata lokasi yang dipercaya merupakan makam Pangeran Santi Yoga itu. Ia pun berharap pelestarian situs sejarah yang ada di Lasem bisa terlaksana dengan baik dan mendapat kepedulian dan partisipasi dari berbagai pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya