SOLOPOS.COM - Bangunan Pabrik Gula (PG) Colomadu pasca revitalisasi di De Tjolomadoe, Colomadu, Karanganyar, Selasa (20/3/2018). (M Ferri Setiawan/JIBI/SOLOPOS)

Sejarawan UNS Solo menilai gugatan yang hendak diajukan Mangkunegaran terkait revitalisasi PG Colomadu tidak tepat.

Solopos.com, SOLO — Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Insiwi Febriary Setiasih, menilai langkah Tim Penataan Aset Mangkunegaran (PAM) menggugat hukum Menteri BUMN dan direksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX dengan alasan telah merevitalisasi Pabrik Gula (PG) Colomadu tidaklah tepat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Siwi, jika dilihat dari sisi diakronis, lahan maupun bangunan PG Colomadu bukan lagi milik Mangkunegaran setelah sampai masa nasionalisasi pada 1946. Dia menjelaskan dengan adanya nasionalisasi itu, semua aset kerajaan Mangkunegaran termasuk Kasunanan Surakarta Hadiningrat sudah menjadi milik negara.

Oleh sebab itu, menurut Siwi, agenda revitalisasi PG Colomadu sah-sah saja dilakukan pemerintah melalui konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tanpa harus meminta izin terlebih dahulu ke Pura Mangkunegaran.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kalau melihat secara diakronis ke belakang, memang PG Colomadu dibuat Mangkunagoro IV dan dimiliki Mangkunegaran sampai masa nasionalisasi. Kalau masih dalam periode sebelum nasionalisasi itu proses revitalisasi betul harus meminta izin ke Mangkuearan sebagai pemilik sah. Tapi dengan adanya nasionalisasi, aset-aset Mangkunegaran telah menjadi aset negara. Semuanya dan itu sudah ada ketetapannya, sudah disetujui semua pihak,” kata Siwi saat diwawancarai Solopos.com, Senin (26/3/2018) sore.

Baca juga:

Siwi telah menghubungi pejabat Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah (Jateng) guna menanyakan agenda revitalisasi PG Colomadu. Dia mendapatkan jawaban dari BPCB Jateng proses revitalisasi PG Colomadu telah disetujui dan telah melalui kajian historis.

Siwi meyakini saat melakukan kajian historis tersebut, BPCB Jateng telah melibatkan Mangkunegaran. Soal penamaan De Tjolomadoe, menurut dia, pemerintah juga tak perlu mengajukan izin kepada Mangkunegaran. Namun memang seyogyanya terjadi proses dialog atau diskusi.

“Saya sudah mengontak BPCB. Saya bertanya, apakah proses revitalisasi ini sudah disetujui dari sisi historis dan arkeologisnya? Mereka bilang sudah. Artinya dengan kajian historis itu, saya percaya Mangkunegaran sudah ada yang dilibatkan. Cuma ini kan aset baru dikembangkan menjadi ikon baru yang bakal booming. Jadi siapa yang mengklaim kepemilikan sekarang? Mangkunegaran atau pihak tertentu?” jelas Siwi.

Siwi melihat secara historis, gugatan hukum terkait revitalisasi PG Colomadu yang akan dilakukan Tim PAM tidaklah tepat. Lagi pula, menurut dia, efeknya juga tidak terlalu baik jika gugatan sampai dikabulkan.

Siwi khawatir bakal terjadi klaim kepemilikan untuk aset-aset yang lain. Padahal aset-aset tersebut sudah dimiliki negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Akan terjadi kekisruhan jika sampai terjadi klaim-kaim seperti itu.

“Lagi pula De Tjolomadoe ini kan untuk publik juga. Saya merasa ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan karena ini akan dikembangkan atau berpotensi. Sekarang ini perlu ada dialog historis lagi untuk menjelaskan secera periodik kepada pihak-pihak yang merasa bertanggung jawab dengan PG Colomadu ini, supaya mereka kembai memahami betul sejarahnya,” terang Siwi.

Sebagaimana diinformasi, Tim PAM berencana menggugat Menteri BUMN dan Direksi PTPN IX karena telah merevitalisasi PG Colomadu tanpa meminta persetujuan Mangkunegaran. Mereka mengklaim eks pabrik guna tersebut masih menjadi milik Mangkunegaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya