SOLOPOS.COM - Grebeg Ketupat (Instagram/@fitrianurainim)

Solopos.com, MAGELANG -- Tradisi utama dalam setiap perayaan Idul Fitri atau Lebaran adalah saling bermaaf-maafan kepada sesama anggota keluarga dan kolega. Namun rupaya tradisi Lebaran di Indonesia bukan hanya bermaaf-maafan.

Sebagai negara dengan keberagaman yang besar dengan mayoritas muslim, Indonesia memiliki tradisi Lebaran yang unik di setiap daerah. Salah satunya Tradisi Grebeg Ketupat di Kabupaten Magelang.  Setiap menyambut bulan Syawal, masyarakat Magelang, khususnya di Desa Banyurojo menggelar tradisi ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebelum pandemi Covid-19 di tahun 2019, acara Grebeg Ketupat ini diadakan pada tanggal 12-13 Juni 2019 silam. Melansir dari situs Beritamagelang.id, Jumat (14/5/2021), Grebeg Ketupat mengambil tema Peran Pemuda Dalam Penguatan Karakter Islami.

Baca Juga : Kue Lebaran Khas Pemalang Ini Kini Sudah Jarang Ditemui

Ekspedisi Mudik 2024

Meskipun saat itu masa liburan sudah selesai, namun rangkaian acara berkaitan Lebaran masih terasa ramai. Tradisi grebeg ketupat ini digelar sebagai bentuk wujud syukur kepada Allah SWT atas anugrah dan karunia-Nya setelah menyelesaikan wajib puasa Ramadan selama satu bulan penuh.

Kegiatan yang sudah digelar rutin selama dua tahun ini berpusat di Masjid Al Falah, Dusun Sekaran. Dengan mengambil nilai historis budaya dua kali bakda, yaitu bakda lebaran dan bakda ketupat yang dimulai sepekan sesudah lebaran. Tradisi ini konon diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo.

Gunungan, sebagai simbol dari tradisi Grebeg dalam budaya Jawa yang nanti dibawa sebagai arak-arakan, terdiri atas  ketupat yang berisi uang dengan nominal serta kertas bertuliskan barang dan makanan hasil sumbangan para masyarakat. Itu adalah Gunungan utama dalam arak-arakan.

Baca Juga : Sedapnya Lontong Dekem Pemalang, 1 Piring Pasti Kurang

Sedangkan Gunungan yang mengikuti di belakangnya berisi ragam sayur mayur dan buah-buahan. Kemudian diiringi dengan pertunjukan kesenian dari desa setempat. Arak-arakan ini berlangsung dengan mengelilingi beberapa Dusun dan perumahan di Desa Banyurojo dan nantinya akan berakhir kembali di Masjid Al Falah.

Seperti yang dilakukan pada Tradisi Grebeg pada  umumnya, setelah arak-arakan selesai, warga lokal yang meyaksikan akan bersama-sama melakukan grebeg (Bahasa Jawa:  Menyerbu) gunungan untuk berebut ketupat, sayur mayur, hingga buah-buahan yang ada di Gunungan tersebut.

Ada yang mendapat kupat berisi uang, ada juga yang mendapat kupon untuk bisa makan di warung, ada yang mendapat souvenir dan ada pula yang dapat sayur mayur dan buah-buahan. Pada malam harinya diadakan acara qasidahan dengan irngan musik melayu yang berisi dakwah.

Baca Juga: Kue Gandos Masih Bertahan di Antara Penganan Milenial

Namun karena masa pandemi, tentunya tradisi ini terhenti sementara sejak Lebaran 2020 silam. Melansir dari Detik.com, salah satu tokoh yang ada di Dusun tempat biasanya grebeg digelar mengatakan bahwa karena pandemi Covid-19 belum mereda, Tradisi Grebeg Ketupat ditiadakan.

Bahkan Lebaran tahun ini juga ditiadakan karena mengingat Pemerintah Kabupaten Magelang menutup kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Bahkan semua tempat wisata juga ditutup selama libur Lebaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya