SOLOPOS.COM - Grebeg Gunungan atau Grebeg Besar di Keraton Jogja. (jogjakota.go.id)

Solopos.com, JOGJA — Salah satu tradisi saat Iduladha di Yogyakarta adalah kegiatan Grebeg Besar dengan menyajikan gunungan. Grebeg Besar ini digelar oleh Keraton Jogja untuk memperingati Hari Raya Iduladha.

Grebeg Besar ini biasanya digelar setiap tanggal 10 Dzulhijjah atau bulan Besar di setiap tahunnya. Biasanya saat kegiatan ini digelar ada ribuan orang yang datang untuk menyaksikan Grebeg Besar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Grebeg Besar yang menjadi tradisi Iduladha ini juga identik dengan gunungan. Sehingga sebagian orang menyebut Grebeg Besar sebagai Grebeg Gunungan.

Dikutip dari jogjakota.go.id, dalam Grebeg Besar ini ada tujuh gunungan yang dikeluarkan pihak Keraton dan dibagi di tiga tempat yang berbeda. Lima gunungan yaitu Gunungan Kakung, Gunungan Estri, Gunungan Darat, dan Gunungan Pawuhan akan dibagikan di halaman Masjid Gedhe.

Baca Juga: Tergiur Keuntungan Investasi Kripto, Warga Jogja Rugi Rp1,3 Miliar

Gunungan Gepak akan dibagikan di Pendopo Kawedanan Pengulon di utara Masjid Gedhe. Sedangkan dua Gunungan Kakung masing-masing akan dibagikan di Puro Pakualaman dan Kepatihan.

Gunungan ini berisi hasil bumi. Setelah didoakan, gunungan tersebut akan diperebutkan oleh masyarakat yang telah memadati berbagai tempat tersebut.

Prosesi gunungan ini sendiri dimulai dari dalam Keraton Jogja dan dikawal oleh prajurit menuju ke tempat yang telah ditentukan. Pengawal gunungan ini yaitu Bregada Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawirotama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero, Surakarsam dan Bugis. Khusus Bregada Surakarsa akan mengawal lima gunungan hingga tiba di Masjid Gedhe. Sedangkan Bregada Bugis akan mengawal Gunungan Kakung hingga tiba di Kepatihan.

Baca Juga: Ratusan SD & SMP di Gunungkidul Kurang Murid, Pendaftaran Diperpanjang

Sedangkan delapan bregada lainnya akan membentuk pagar betis dari sisi utara ke selatan pada bagian tengah Alun-alun Utara.

Sejarah Grebeg

Grebeg merupakan suatu upacara kerajaan yang melibatkan seisi keraton dan seluruh aparat kerajaan, mulai dari yang berpangkat tinggi sampai rendah dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Dikutip dari jogjaprov.go,id, Jumat (1/7/2022), kata grebeg berasal dari kata gumrebeg yang memiliki arti sifat riuh, ribut, dan ramai.

Awalnya, upacara grebeg ini merupakan media dakwah agama Islam, untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Gagasan penyelenggaraan grebeg tersebut dikemukakan oleh para wali dan disetujui Raja Demak. Cara tersebut dilakukan karena adanya kesadaran atas realita bahwa tradisi lama pada agama Hindu dan Budha tidak bisa serta merta dihapuskan begitu saja. Untuk itu, penyiaran agama Islam menyesuaikan dengan kebudayaan yang sudah ada agar dapat diterima.

Upacara grebeg di Keraton Jogja sudah dilaksanakan sejak masa pemerintahan Hamengku Buwono I. Dalam perkembangannya, upacara grebeg telah mengalami banyak perubahan karena perkembangan posisi keraton serta politik yang terjadi.

Setiap tahun, Keraton Jogja menyelenggarakan tiga kali upacaya grebeg, yakni Grebeg Maulud, Grebeg Syawal/Grebeg Puasa, dan Grebeg Besar saat perayaan Iduladha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya