SOLOPOS.COM - Achmad

Achmad Syukri Prihanto, Indonesian Board of Hypnotherapy (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Setiap 1 Oktober, penggemar Gesang dari dalam dan luar negeri–terutama Jepang–datang ke Solo untuk merayakan ulang tahunnya. Ketika Gesang telah tiada, peringatan hari kelahirannya menjadi lebih terasa. Acara Solo Keroncong Festival pada 29 September-1 Oktober lalu menjadi arena para seniman lokal dan internasional untuk mengenang maestro musik keroncong itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saya pernah menemui Gesang di tempat tinggalnya di Kemlayan. Ketika itu saya meminta kesediaannya menjadi juri lomba keroncong di Solo pada awal 2000-an. Sosoknya sederhana, menemui saya langsung didampingi adiknya. Siapa yang tidak kenal Gesang yang wafat pada 20 Mei 2010. Lagu Bengawan Solo menjadi lagu terlaris di Jepang pada 1947 ketika dinyanyikan ulang oleh Toshi Matsuda.

Keroncong Bengawan Solo berkumandang kala penjajah Jepang berkuasa di Indonesia. Setelah Perang Dunia II, tentara Jepang kembali ke negara mereka membawa lagu itu. Penggemar Gesang di Bumi Sakura membentuk Yayasan Peduli Gesang yang berisi kumpulan penggemar Gesang dan musik keroncong. Setiap tahun, YPG bernostalgia dengan datang ke Indonesia dan bertemu Gesang. Tanggalnya disesuaikan hari ulang tahun Gesang, 1 Oktober. Begitu kagumnya terhadap Gesang, yayasan tersebut mendirikan patung setengah badan Gesang di Taman Satwa Taru Jurug, Solo.

Bengawan Solo pernah berkumandang di Vietnam, China Singapura dan negara di Asia Tenggara lainnya. Bengawan Solo kemudian diterjemahkan ke dalam 14 bahasa seperti Inggris, Jepang, Prancis, Belanda bahkan Tiongkok. Kelirumolog Jaya Suprana mengenang Gesang dan lagunya dalam tulisannya yang membuat saya merinding.

Menurut Jaya (2010 ), Bengawan Solo sebenarnya sudah menjadi bengawan dunia sebab lagu indah ini didendangkan dalam bahasa Mandarin di daratan RRC. Kaisar Akihito menganugerahkan penghargaan kepada Gesang akibat Bengawan Solo demikian dicintai masyarakat Jepang. Teks lagunya diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Di Belanda, Bengawan Solo begitu merakyat. Di Suriname, Bengawan Solo dianggap sebagai lagu nasional. Di sebuah restoran China di Madrid, Spanyol, Jaya pernah terharu saat santap malam sementara Bengawan Solo mengalun sebagai musik latar rumah makan yang sangat jauh dari Solo itu.

Di Malaysia dan Singapura, Bengawan Solo dianggap milik mereka juga. Ketika Jaya bersama Kwartet Punakawan mengalunkan Bengawan Solo di Esplanade Singapore, hadirin spontan ikut menyanyi membahana menggetarkan ruang resital. Di Brisbane, Melbourne, Sydney, Perth, Australia panitia penyelenggara konser Kwartet Punakawan menuntut Bengawan Solo ditampilkan sebagai lagu wajib pergelaran.

Niat
Tak terasa, Gesang telah pergi, namun ada hal yang saya ingat dari kepergiannya. Saat itu banyak pihak yang bersemangat mengusulkan Gesang menjadi Pahlawan Nasional. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyatakan Gesang sangat pantas mendapat gelar pahlawan karena jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia melalui karya seni. Gesang telah dianugerahi Bintang Parama Dharma yang merupakan penghargaan tertinggi di bidang budaya yang diberikan pemerintah.

Wakil Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, pernah menyampaikan gagasan mengenai penghargaan terhadap Gesang yang dipandang memiliki jasa besar bagi Solo. Saya mencatat empat hal. Pertama, nama Gesang atau Bengawan Solo akan dijadikan nama jalan. Ini merupakan penghargaan untuk mengenang jasa Gesang yang tak hanya untuk Kota Solo, tapi juga untuk bangsa Indonesia.

Kedua, Pemkot Solo akan mengusulkan gelar Pahlawan Nasional. Ketiga, rumah tempat tinggal Gesang, jika diizinkan keluarga, akan dibangun menjadi museum keroncong. Semua tentang Gesang dan keroncong akan ada di sana. Keempat, Sanggar Gesang di kompleks Taman Satwa Taru Jurug, bantuan penggemar dari Jepang, akan dipulihkan fungsinya.

Saya kira masyarakat perlu mendukung empat gagasan itu agar menjadi kenyataan. Masyarakat keroncong telah memperlihatkan aksi nyata mengingat jasa Gesang, salah satunya dengan menggelar Solo Keroncong Festival 2011 yang sukses itu. Gagasan pemberian nama Jalan Gesang atau Jalan Bengawan Solo, perlu segera direalisasikan. Saya terkekeh ketika menemui kenyataan bahwa di Kota Solo, saya sendiri belum menemukan ada jalan resmi bernama Jalan Bengawan Solo, apalagi Jalan Gesang.

Inspirasi nama jalan dari sungai yang termasyhur itu justru ada di Malang, Sidoardjo, Jember bahkan ada di Manado dan Gorontalo. Pewujudan nama Jalan Gesang ini bisa jadi sebagai usaha memenuhi kriteria pengusulan gelar Pahlawan Nasional. Salah satu kriteria yang tercantum dalam Prosedur Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dari Kementerian Sosial pada bagian persyaratan adminitrasi terdapat ketentuan telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat.

Gagasan berikutnya berupa pengusulan Gesang sebagai Pahlawan Nasional harus dipersiapkan dengan serius. Poses pemilihan sampai penetapan menjadi pahlawan nasional tidak bisa dalam waktu singkat. Jasa Gesang untuk negeri ini memang bukan pengorbanan nyawanya untuk melawan penjajah, namun seperti menurut Sekretaris Umum Perhimpunan Masyarakat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia, Henry Soelistyo (2010), Gesang secara faktual telah memenuhi syarat tentang bagaimana seseorang dapat menyandang gelar pahlawan, tanda jasa dan tentang gelar kehormatan sesuai undang–undang.

Gesang punya jiwa nasionalisme tinggi, punya jangkauan luas bahkan beliau sampai luar negeri dan tidak melakukan perbuatan tercela. Melalui Bengawan Solo, Gesang memenuhi kriteria penting sesuai prosedur penganugerahan gelar Pahlawan Nasional. Setahun lalu, saat Gesang menghadap Sang Khalik, banyak pihak mendukung agar Gesang diberi anugerah Pahlawan Nasional. Gesang telah membuktikan musik adalah bahasa universal yang menyatukan dua negara dan mengubah musuh menjadi saudara. Musik menjadi bagian mutlak demi perdamaian dunia.

Kalau semua pihak mendukung dan di sisi lain kiprah dan karya Gesang layak untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional, sekali lagi dibutuhkan keseriusan Pemkot Solo untuk menjalankan proses panjang ini dan masyarakat Solo bisa mengawalnya. Selain mempersiapkan persyaratan administrasi, Pemkot Solo juga harus menjalankan prosedur tata cara pengusulan yang berjenjang mulai dari penjaringan oleh masyarakat, pengusulan oleh walikota kepada gubernur melalui instansi sosial Pemprov Jateng, kemudian diusulkan kepada Badan Pembina Pahlawan Daerah (BPPD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian.

Berlanjut usulan kepada Menteri Sosial selaku Ketua Umum Badan Pembina Pahlawan Pusat (BPPP) untuk diajukan kepada Presiden melalui Dewan Tanda-tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional. Selama proses diperjuangkan, masyarakat bisa terus berharap.

Melalui tulisan ini saya berharap suatu saat nama Gesang disebut sebagai Pahlawan Nasional dalam upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang biasanya dilakukan oleh Presiden dalam rangka peringatan hari Pahlawan setiap 10 November. Entah tahun berapa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya