SOLOPOS.COM - Ilustrasi Persatuan Bangsa-Bangsa atau PBB. (Dok. Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Indonesia bersikap no vote dalam Sidang Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa terkait isu Responsibility to Protect. Gara-gara sikap itu dan masuknya negara ini dalam List of Shame atau Daftar Malu, Indonesia dianggap tidak mendukung Palestina.

Maklum saja, bersama negara lain yang tidak setuju pembahasan tahunan terhadap R2P dimasukan dalam List of Shame atau Daftar Malu. Daftar list of shame itu dibuat oleh UN Watch.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Betulkah sikap no vote terkait isu Responsibility to Protect dan masuknya Indonesia dalam itu List of Shame atau Daftar Malu itu terkait Indonesia yang tidak lagi mendukung Palestina?

Baca Juga: Jelang Lebaran, Tanah Abang dan Thamrin City Padat

Menanggapi rumor liar itu, guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menjelaskan makna no vote atau against yang dilakukan Indonesia terkait Responsibility to Protect (R2P). "Keputusan Indonesia dalam sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu yang memberi no vote atau against telah disalahpahami oleh berbagai pihak," ujar Hikmahanto.

Muncul anggapan Indonesia tidak mendukung konsep Responsibility to Protect (R2P) yaitu konsep di mana negara-negara dapat melakukan penggunaan kekerasan terhadap suatu negara di kala pemerintahan negara tersebut melakukan kejahatan internasional terhadap warganya sendiri. Hikmahanto, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/5/2021) menuturkan ada pihak-pihak tertentu yang mengaitkan sikap Indonesia itu dengan peristiwa kekerasan oleh Israel terhadap rakyat Palestina.

Padahal, ujar Hikmahanto, yang terjadi tidak demikian. "Bila mencermati mata agenda pembahasan di Sidang Umum PBB ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, mata agenda pembahasan R2P terkait masalah prosedural bukan substansi dari R2P," ujar Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.

Baca Juga: Kemenaker Catat 1.569 Laporan THR, Apa Saja Kasusnya?

Adapun, prosedur yang ditawarkan adalah membahas agenda R2P setiap tahunnya dalam Sidang Majelis Umum PBB atau meneruskan pembahasan R2P yang dimunculkan sejak tahun 2005, kata dia.

Ia mengatakan Indonesia dalam hal ini menentang (against) pembahasan tahunan karena tidak ingin menafikan pembahasan sejak 2005. Terlebih lagi bila pembahasan dimulai dari nol.

Kalah Suara

Bagi Indonesia apa yang sudah dimulai harus diteruskan, kata dia. "Namun Indonesia kalah suara dan dengan sendirinya suara terbanyak yang menang. Perlu diketahui dalam mekanisme yang berlaku di Majelis Umum PBB maka berlaku satu negara memiliki satu suara. Oleh karenanya suara mayoritas menjadi keputusan Majelis Umum PBB," kata Hikmahanto.

Baca Juga: Tank Cegat Pemudik hingga Jokowi Mudik Hanya Hoaks?

Kedua, lanjut dia, dalam pembahasan agenda R2P di Majelis Umum tidak menyentuh masalah substansi atau materi dari R2P. "Sekali lagi yang dibahas hanya berkaitan masalah prosedur pembahasan, apakah dilakukan setiap tahun atau meneruskan yang sudah dilakukan," ujar dia.

Terakhir, ujar dia, pembahasan R2P kemarin sama sekali tidak terkait masalah kekerasan yang terjadi di tanah Palestina. "Indonesia dan pemerintahnya telah berkomitmen untuk mendukung rakyat Palestina yang tertindas dalam memperoleh kemerdekaannya," kata Hikmahanto.

Ia menyayangkan tindakan UN Watch yang mengategorikan negara-negara anggota PBB yang tidak setuju pembahasan tahunan terhadap R2P dalam 'Daftar Malu' (List of Shame). "Tidak jelas apa yang dimaksud dan apa yang menjadi kriteria kategorisasi oleh UN Watch sehingga negara anggota PBB dimasukkan dalam Daftar Malu tersebut," ujar dia.

Baca Juga: Bermula dari Kelas Orgasme, Warga Kanada Dideportasi

Isu ini kemudian di Indonesia dijadikan komoditas politik seolah pemerintah Indonesia tidak mendukung penghentian kekerasan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina, kata dia.

"Bahkan Amnesty International Indonesia menyayangkan tindakan Indonesia karena menganggap Indonesia tidak mendukung R2P. Sebuah pernyataan yang tidak melihat persoalan mendasar apa yang menjadi agenda pembahasan," kata dia.

Ia mengatakan Indonesia adalah pendukung R2P sejak pembahasan di tahun 2005. Bahkan Indonesia telah memiliki UU Pengadilan HAM yang mengkriminalkan pejabat pemerintah yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya