SOLOPOS.COM - Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Gedung baru DPR terus menjadi polemik. Pimpinan DPR terus mendesak pemerintah merealisasikan proyek itu.

Solopos.com, JAKARTA — Pembangunan tujuh gedung baru DPR di Kompleks Parlemen yang pernah ditolak Presiden SBY karena banyak ditentang publik, kini menjadi perbincangan setelah Tim Implementasi Reformasi DPR mengajukan kembali di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Ketua DPR Setya Novanto sudah terang-terangan memaparkan keinginan tim untuk segera merealisasi proyek pembangunan gedung baru di Kompleks Parlemen (DPR), Senayan, kepada pemerintah sebagai kuasa pengguna anggaran. Bahkan, Setnov, sapaan akrab Setya, menegaskan kembali keinginan itu kepada Presiden Jokowi sebelum penyampaian pidato kenegaraan terkait dengan RAPBN 2016 di Gedung Nusantara I pada Jumat (14/8/2015).

Secara detail, Setnov berkali-kali memaparkan renovasi tersebut berupa pembangunan tujuh gedung baru di kompleks DPR. DPR memang punya niat besar untuk membangun tujuh infrastruktur penunjang kompleks tersebut.

Sebagai tahap awal, alun-alun DPR akan menjadi sarana dan prasarana pertama yang akan dibangun. Nantinya, Taman Rusa, lapangan futsal, dan halaman parkir akan disulap menjadi alun-alun DPR yang mampu menambah ruang terbuka di Jakarta.

Agar gedung terlihat lebih cantik, ruang terbuka itu akan diintegrasikan dengan danau buatan disekitarnya. Tepatnya, alun-alun itu akan dibangun pada luasan 20 hekatre di sebelah kiri halaman Kompleks Parlemen. Alun-alun itu, diharapkan juga bisa dipakai untuk mewadahi aksi publik, antara lain saat menggelar demonstrasi.

Selain alun-alun, DPR juga berencana membangun museum dan perpustakaan, menyediakan akses tambahan untuk publik, membangun visitor center, membangun pusat kaajian, serta menambah ruangan anggota DPR, dan tenaga ahli. Rencana renovasi itu diakui sudah mendapat respons positif dari seluruh anggota dewan.

Bahkan Roem Kono, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, mengaku sudah mendapat persetujuan resmi yang disampaikan melalui pandangan 10 fraksi. Namun keinginan untuk merealisaisi tujuh proyek yang diinisiasi oleh tim reformasi itu sontak memicu perbincangan publik. Publik memberikan respons negatif atas kelakuan DPR yang terkesan memaksakan tujuh proyek gedung itu.

Ada yang menuding tim reformasi DPR punya janji-janji dengan perusahaan pengembang properti untuk segera merealisasikan pembangunan gedung itu. Salah satu dalihnya adalah agar pengembang dapat proyek di tengah lesunya perekonomian nasional.

Tak berhenti sampai di situ, publik juga menganggap tim implementasi reformasi DPR benar-benar gagal melihat akar permasalahan. Tim itu belum mampu melihat minimnya keinginan dari anggota dewan untuk membenahi secara serius regulasi yang bisa mendukung tata kelola keparlemenan yang mendorong efektifitas dan efisiensi kerja anggota dewan.

Tudingan itu didasarkan pada fakta tidak adanya relevansi antara tugas tim reformasi DPR dengan pembangunan tujuh proyek yang diprediksi sesuai prediksi bakal menelan biaya sekitar Rp1,6 triliun itu. Seharusnya, tim tersebut mencari jalan agar parlemen modern yang kuat dan berwibawa bisa segera terwujud. Bukan malah mengarahkan ide reformasi DPR kepada proyek pembangunan gedung yang dianggap sebagai penguat citra parlemen.

Tak ayal, tujuh proyek yang menjadi ikon DPR pun dianggap menyesatkan. Tim reformasi DPR dianggap masih terperangkap pada pola pikir yang mementingkan penampilan fisik ketimbang kerja sesungguhnya. Sejak dilantik pada Rabu (10/10/2014), DPR belum mampu menunjukkan kinerja yang bisa dibanggakan.

Selain target program legislasi nasional yang berisi 37 rancangan undang-undang tidak tercapai, produk UU No. 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota pun juga banyak menuai polemik karena lupa mengatur mekanisme penyelenggaraan pilkada dengan calon tunggal.

Atas tidak tercapainya target prolegnas itu, antarbadan di internal DPR pun saling menyalahkan UU yang mereka buat sendiri. UU MD3 yang baru pun dikambinghitamkan. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Subagyo menuding tidak tercapainya prolegnas itu lantaran baleg hanya berwenang melakukan harmonisasi UU dan menetapkan Prolegnas.

Yang jelas, kali ini tim implementasi reformasi DPR tidak mampu memberikan solusi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja anggota dewan. Padahal, publik sudah menunggu anggota dewan menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Lalu, selain menginisiasi tujuh proyek gedung baru DPR, apa usulan tim implementasi reformasi DPR?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya