SOLOPOS.COM - Para perwakilan perangkat Desa Gentanbanaran dan Gapoktan Gentanbanaran menunjukkan burung hantu tyto alba di tempat penangkaran P4S Harmoni, Sukoharjo, Sabtu (8/1/2022). (Istimewa/Edy Purwanto)

Solopos.com, SRAGEN—Para perangkat desa dan gabungan kelompok tani (gapoktan) di Desa Gentanbanaran, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, studi banding ke Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Harmoni di Sukoharjo, Sabtu (8/1/2022). Studi banding tersebut dilakukan untuk belajar mengendalikan hama tikus yang merebak di Plupuh Sragen dengan menggunakan burung hantu jenis Tyto alba.

Studi banding soal burung hantu itu juga diikuti Camat Plupuh, Sragen, Edy Purwanto; Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Plupuh, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gentanbanaran Katamso, bintara pembina desa (babinsa), dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Camat Plupuh, Edy Purwanto, mengatakan dari hasil studi banding itu ternyata burung hantu harus dilestarikan karena makanan burung hantu itu 99,41% adalah tikus. Dia menyampaikan setiap malam satu ekor burung hantu itu bisa memangsa 2 ekor-3 ekor tikus. Dia menerangkan dalam sebulan satu ekor burung hantu itu bisa membunuh 60-90 ekor tikus.

Baca Juga:  Ini 4 Penyeberangan Kuno Bengawan Solo di Sragen, Tertulis di Prasasti

“Perkembangbiakan burung Tyto alba itu juga cepat. Satu ekor burung Tyto alba itu mampu bertelur 5-10 butir. Dalam setahun burung hantu bisa bertelur dua kali. Dengan memelihara Tyto alba itu maka ekosistem sawah akan terjaga dan tidak menimbulkan pencemaran pertanian. Burung hanti ini bisa hidup berkembang di gedung-gedung yang sepi dan nyaman,” jelas Edy saat dihubungi Solopos, Minggu (9/1/2022).

Dia menerangkan burung hantu itu butuh tenang dan nyaman sehingga saat membuat pagupon tingginya harus empat meter, supaya tidak diusik anak-anak. Dia menyampaikan burung hantu itu bisa membuat sarang sendiri sehingga perlu dibuatkan rumah-rumahan. Dalam pengembangan burung hantu itu, kata dia, harus dilengkapi peraturan desa (perdes) agar burung tidak diburu orang dan bisa dikoordinasikan dengan aparat terkait agar bisa berjalan dengan aman.

“Rencana Desa Gentanbanaran akan melestarikan dan mengembangbiakan predator hama tikus di sawah. Tyto alba itu sebagai solusi agar tindakan pemasangan jebakan tikus dengan listrik tidak terjadi lagi. Penggunaan listrik untuk jebakan tikus itu berbahaya karena berisiko terhadap keselamatan jiwa manusia,” katanya.

Baca Juga: Pembangunan Mal Pelayanan Publik Sragen Ditarget Rampung Tahun Ini

Edy menerangkan Desa Gentanbanaran belum ada rencana membeli burung hantu tetapi baru belajar ke Sukoharjo. Dia menerangkan berdasarkan informasi warga sekitar masih ada spesies Tyto alba di wilayah Gentanbanaran.

“Burung-burung itu bersarang di bawah jembatan, rumah kosong, bangunan gedung sekolah yang kosong, dan seterusnya. Rencana desa akan membuat rubuha [rumah burung hantu] untuk memberi kenyamanan kepada burung hantu. Prediksinya pada Januari-Februari itu merupakan musim bertelur burung hantu,” jelasnya.

Dia melanjutkan rubuha akan dipasang di sekitar lokasi sarang burung hantu. Dia mengatakan dari 16 desa di Plupuh, baru Gentanbanaran yang berinisiatif studi banding untuk mengendalikan hama tikus ke Sukoharjo. “Nanti kalau sudah jalan maka desa-desa lainnya akan mengikuti, seperti Desa Karanganyar, Karangwaru, dan Karungan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya